Sementara utusan Israel di PBB menolak desakan Rusia agar dilakukan gencatan senjata demi kemanusiaan, pesawat-pesawat tempur Israel kembali meluluhlantakkan kawasan pinggiran Libanon selatan.
Serangan udara itu dilakukan pada Jumat (11/8) dinihari ditargetkan pada tempat-tempat yang diyakini Israel sebagai basis Hizbullah. Namun sumber-sumber di rumah sakit Libanon mengungkapkan, serangan Israel ke sebuah jembatan telah menewaskan 11 warga sipil dan melukai sembilan orang lainnya.
Di daerah pinggiran Dahiyeh, terdengar 20 kali ledakan dan terlihat asam hitam. Belum diketahui apa saja yang menjadi target serangan di daerah itu dan berapa korban yang jatuh.
Israel juga menggempur daerah perbatasan Masnaa di desa Bekaa, sekitar 50 kilometer sebelah selatan Beirut. Dari kawasan ini juga belum ada laporan tentang jumlah korban.
Tank-tank Israel juga terus melakukan penetrasi ke Libanon Selatan, mengepung sejumlah desa di tengah-tengah pertempuran dengan pejuang Hizbullah.
Pasukan PBB di Libanon Selatan menyatakan, Israel mengintensifkan bombardir, tembakan roket dan serangan daratnya ke wilayah Khiam, Qulayha, Buj al-Maluke, Marjayoun, serta lokasi pemukiman sepanjang malam dan pagi hari ini.
Sementara itu di markas besar PBB di New York, utusan Israel di PBB, Dan Gillerman menolak usulan Rusia agar dilakukan gencatan senjata selama 72 jam. Menurut Gillerman, gencatan senjata itu akan memberi kesempatan pada Hizbullah untuk konsolidasi.
"Kami pikir itu ide yang buruk," kata Gillerman seperti dikutip Radio Israel.
Utusan AS di PBB John Bolton mendukung Israel. "Saya pikir usulan itu tidak banyak membantu untuk mengalihkan perhatian. Kami sedang berupaya menghasilkan sebuah solusi yang permanen dan bertahan lama berdasarkan pendekatan yang sedang kami dan Perancis lakukan," kata Bolton. (ln/aljz)