PM Israel Ehud Olmert menolak permintaan Sekjen PBB Kofi Annan, untuk segera mengakhiri blokade laut dan udaranya terhadap Libanon. Pemimpin negara Zionis itu juga tidak mau berkomitmen untuk menarik sisa pasukannya di Libanon, meski sudah ada pasukan penjaga perdamaian PBB yang akan dikerahkan di sepanjang perbatasan.
Olmert mengatakan, penghentian blokade terhadap bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan di Libanon, tergantung pada apakah Resolusi PBB 1701 akan diterapkan secara penuh.
Dalam kunjungannya ke Israel, Sekjen PBB Kofi Annan menyebut blokade yang dilakukan Israel ‘memalukan’. Ia meminta agar blokade itu diakhiri untuk menunjang pemulihan kembali perekonomian Libanon.
Namun Israel menyatakan tetap akan melakukan blokade, dengan alasan untuk mencegah bantuan senjata dari Iran dan Suriah terhadap pejuang Hizbullah.
Negara Zionis itu juga memaksa PBB agar menempatkan pasukan perdamaian di sepanjang perbatasan Suriah-Libanon serta memonitor lalu lintas udara dan lautnya.
Menjawab pemintaan itu, PBB mengatakan, pasukan perdamian bisa di tempatkan di perbatasan Suriah, hanya jika diminta oleh pemerintah Libanon.
Libanon Tolak Tawaran Israel
Sementara itu, di Libanon, PM Fuad Siniora, Rabu (20/8) menyatakan menolak tawaran Israel untuk menindaklanjuti gencatan senjata dengan kesepakatan damai. Siniora menanggapi tawaran Israel itu dengan sinis dan mengatakan, negaranya akan menjadi negara Arab paling akhir jika harus membuat kesepakatan dengan negara Yahudi.
Pada para wartawan di Beirut Siniora mengatakan, "Untuk lebih jelasnya, kami tidak mencari upaya kesepakatan apapun sampai ada keadilan dan perdamaian yang konprehensif berdasarkan inisiatif negara-negara Arab."
Siniora mengingatkan kembali tentang rencana Liga Arab pada tahun 2002 yang menyerukan agar negara-negara Arab menjalin hubungan dengan Israel asalkan memenuhi satu paket persyaratan. Paket itu termasuk penarikan mundur Israel dari semua wilayah jajahannya sejak perang Timur Tengah tahun 1967, pembentukan negara Palestina, yang akan diikuti dengan normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Isrel. Tapi kenyataannya, Israel selalu menolak agar negara itu kembali pada ketentuan perbatasan pada tahun 1967.
Siniora mengatakan, Libanon sendiri ingin kembali pada kesepakatan tahun 1949 saat berakhirnya perang Arab-Israel, yang berarti perubahan perbatasan tanpa nornalisasi hubungan dengan Israel.
Sebelumnya PM Siniora mengatakan bahwa Israel punya kesempatan untuk mendapatkan kesepakatan perdamaian asalkan Israel bertindak ‘bijaksana.’ (ln/TheIdp/AWN)