Ulasan tentang kemenangan Hamas yang dilansir media massa Israel menggambarkan guncangan cukup kuat bagi warga Israel melihat kemenangan Hamas. Ragam kekhawatiran yang mewarnai head line media massa Israel itu, ternyata benar-benar terjadi, Hamas mutlak menjadi pemenang pemilu dan menjadi penguasa baru di Palestina.
Dengan tajuk, “Anggota Knesset Berang atas Kemenangan Hamas”, harian Maaref Israel dalam situsnya menuliskan bagaimana kemarahan Israel ketika mendengar Hamas ungguli Fatah.
“Ketua Komisi Luar Negeri dan Keamanan di Parlemen Israel Yoval Staints menyebut hasil pemilu Palestina yang mengungguli Hamas secara mutlak, sebagai “gempa politik”. Sementara menurut wakil Partai Likud tersebut, hasil pemilu Palestina menunjukkan bahwa Israel telah gagal menghalangi keterlibatan Hamas dalam pemilu Palestina, padahal Hamas masih dianggap sebagai organisasi teroris yang akan melumatkan penjajah Israel.
Efek kemenangan Hamas di Palestina bahkan berdampak pada rencana pelarangan semua menteri dari Partai Kadima –partai penguasa penjajah Israel—untuk angkat bicara atau berkomentar perihal kemenangan Hamas. Larangan itu dikeluarkan oleh PM sementara Israel Ehud Olmart, sebagaimana disebutkan Maaref.
Menurut Ketua Divisi Komunikasi di partai Kadima, “Tampaknya Olmart tidak bisa melukiskan ungkapan yang pantas dikatakan di hadapan publik Israel setelah ia merasa kalah dengan kemenangan Hamas. Apalagi sebelumnya Olmart telah tegas kepada Ariel Sharon yang kini tergeletak sakit, untuk melarang keterlibatan Hamas dalam pemilu.”
Publik dan penguasa Israel memang begitu terkejut dan dihantui kekhawatiran besar meski baru satu hari pengumuman kemenangan Hamas. Harian Maarif bahkan menyebutkan kerisauan yang dialami sejumlah tokoh Israel yang mengatakan, “Pasukan Israel yakin bahwa tidak lama lagi akan ada serangan besar ke arah Israel dari Hamas.” Ungkapan itu disebutkan mengutip pernyataan komandan keamanan Israel beberapa hari sebelumnya yang mengatakan, “Efek kemenangan Hamas dalam pemilu adalah, Hamas bisa meminta kedudukan strategis dan penting di pemerintahan. Dan jika Hamas tidak memperoleh kesepakatan dalam suatu masalah yang mereka perhatikan, Hamas terbiasa melakukan pendekatan dengan serangan bom.”
Sementara itu, Harian Yodiot Aharonot berbahasa Ibrani mengulas sisi lain dari kemenangan Hamas. Harian tersebut menuliskan, “Kemenangan Hamas, Apakah Indikator Kegagalan Intelejen Israel?” Ulasan itu tentu saja mengarah kepada panglima tentara keamanan Israel. Terlebih sebelum hasil pemilu, keamanan Israel meyakinkan publik bahwa Hamas tidak akan menang dalam pemilu. Kegagalan ini juga dikaitkan dengan tidak ampuhnya strategi pembentukan zona aman yang ditempuh Israel untuk memperkuat aspek intelejen Israel.
Aharonot juga menuliskan bahwa kemenangan Hamas berarti hancurnya kesempatan damai di Palestina. Tidak hanya itu, harian tersebut juga mengutip perkataan tokoh penguasa israel yang menyebutkan, “Negara-negara dunia akan menghentikan bantuannya kepada Palestina, jika Hamas membentuk pemerintahan. AS dan Eropa akan mempelopori pemboikotan ini. “Israel juga tidak akan melakukan pertemuan maupun koimunikasi apapun dengan perwakilan Hamas, karena Hamas dianggap sebagai organisasi teroris.”
Semua komentar dan ulasan media massa Israel memang membalik dan menutup mata, soal fakta siapa pihak pelaku terorisme terbesar dan penjajah yang bahkan juga perampok. (na-str/iol)