PBB mendesak Israel untuk membatalkan keputusannya, yang menyatakan Jalur Ghaza sebagai wilayah "Musuh."
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan, keputusan itu melanggar hukum internasional, karena hanya akan memperburuk kondisi rakyat Palestina yang selama ini sudah banyak mengalami kesulitan hidup.
Kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan, bahwa berdasarkan persetujuan dari para menteri kordinator bidang keamanan kabinet Ehud Olmert, Jalur Ghaza dimasukkan dalam klasifikasi "Musuh", dengan demikian akan dilakukan berbagai pembatasan antara lain pembatasan impor barang dan pengurangan suplai bahan bakar untuk listrik ke Jalur Ghaza.
Israel melakukan kebijakan tersebut sebagai pembalasan atas serangan-serangan roket para pejuang Palestina. Dan kebijakan Israel itu mendapat dukungan dari induk semangnya, Amerika Serikat.
Sekjen PBB mengatakan, sekitar 1, 4 juta penduduk Ghaza, termasuk penduduk lanjut usia, anak-anak dan warga yang menderita sakit sudah sangat menderita dan tidak selayaknya dihukum karena tindakan kelompok yang oleh Sekjen PBB disebut sebagai para "militan dan ekstrimis" Palestina.
Ban Ki-moon menyatakan ia memahami kekhawatiran Israel atas situasi keamanan dalam negerinya. Namun, tukas Ban, Israel juga punya kewajiban terhadap warga sipil di Jalur Ghaza berdasarkan hukum kemanusiaan dan hak asasi internasional. Di sisi lain, Ban juga meminta agar tembakan-tembakan roket ke wilayah Israel dihentikan.
Israel merasa mendapat angin segar ketika Menlu AS Condoleezza Rice mendukung langkah yang diambilnya terhadap Jalur Ghaza. Rice menyatakan, negaranya memberikan dukungan karena Hamas juga "musuh" AS.
Namun Rice yang sedang melakukan kunjungan ke Timur Tengah untuk persiapan konferensi tingkat tinggi antara Israel-Palestina menyatakan, pihaknya tidak akan menelantarkan warga sipil tak berdosa di Ghaza dan akan melakukan berbagai upaya untuk membantu mereka.
Sementara itu, Hamas menilai pengumuman Israel bisa berkembang ke "deklarasi perang." Juru runding Palestina dan juru bicara pemerintahan di Tepi Barat Saeb Erekat menyatakan kebijakan Israel itu "ilegal, tidak sah dan akan sia-sia. "
Keputusan itu, ujarnya, merupakan hukuman kolektif dan persiapan Israel untuk memperluas serangan militernya terhadap rakyat Ghaza. Erekat menegaskan bahwa Israel sudah "benar-benar melanggar hukum internasional." (ln/aljz)