Israel kembali menghentikan suplai bahan bakar minyak ke Jalur Ghaza sejak Minggu (28/10) sebagai strategi untuk mengisolasi wilayah itu. Israel tidak peduli dengan kecaman yang dilontarkan para pejabat Palestina dan para aktivis hak asasi di Israel sendiri.
Menurut pejabat Uni Eropa, Israel mengurangi suplai bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit listrik wilayah Ghaza dari 360. 000 liter sehari menjadi 273. 000 liter. Uni Eropa selama ini memberikan bantuan sebesar enam juta euro per bulan untuk membeli bahan bakar bagi keperluan pembangkit listrik di Ghaza Jumlah bantuan baru bisa memenuhi 25-30 persen kebutuhan listrik di Jalur Ghaza. Selebihnya dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan listrik swasta.
Surat kabar yang terbit di Israel Haaretz mengutip pernyataan Deputi Direktur Otoritas Petroleum wilayah Ghaza, Ahmed Ali yang mengatakan bahwa pengiriman bahan bakar untuk diesel dan minyak tanah berkurang sekitar 30 persen dari pengiriman yang biasa dilakukan.
Sementara itu, perusahaan Israel yang memasok bahan bakar untuk Ghaza menyatakan bahwa perusahaannya mendapat perintah dari kementerian pertahanan Israel agar menghentikan pengiriman bahan bakar ke Ghaza. Dalam pernyataan resminya, kementerian pertahanan Israel menyatakan bahwa perbatasan Sufa, perlintasan yang digunakan untuk mengirim bahan bakar ke Ghaza, sudah ditutup.
Sanksi berupa pemutusan suplai bahan bakar ke Ghaza, disetujui oleh Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak. Juru bicara pemerintah Israel mengatakan bahwa sanksi itu merupakan langkah pertama sejak pemerintah Israel menyatakan Jalur Ghaza sebagai wilayah musuh.
"Kami mengambil langkah ini, karena mortir-mortir terus berjatuhan di dekat stasiun pembangkit listrik… ini adalah langkah pertama dari langkah-langkah lainnya yang akan kami ambil, " ujar jubir pemerintah Israel.
Kejahatan Perang
Tindakan Israel memicu kemarahan pejabat pemerintah Palestina di Ghaza dan aktivis hak asasi manusia di Israel.
"Sanksi ini merupakan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina yang berada di Jalur Ghaza dan bisa dipastikan bahwa sanksi ini akan menambah sulit situasi kami, " kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri.
Menurutnya, Israel telah melakukan "kejahatan perang" terhadap warga di sebuah wilayah yang sudah diisolasi sedemikian rupa dari dunia luar.
Sejak Hamas memenangkan pemilu di Palestina, rakyat Palestina mengalami kesulitan ekonomi yang amat sangat karena embargo negara-negara Barat yang tidak senang dengan kemenangan Hamas. Dan ini adalah untuk kedua kalinya Israel menghentikan suplai bahan bakar bagi rakyat Palestina di Jalur Ghaza.
Menteri Ekonomi dari pemerintahan otoritas Mahmud Abbas, Muhammad Hassuneh mengecam sanksi yang diberlakukan Israel terhadap Jalur Ghaza. Sanksi itu, kata Hassuneh, akan menambah jumlah keluarga miskin di Ghaza dan akan memperburuk situasi keamanan serta merusak proses perdamaian yang akan berlangsung.
"Keputusan Israel tidak sejalan dengan proses perdamaian dan konferensi Timur Tengah yang akan berlangsung, serta akan menambah rumit situasi, " kata Hassuneh.
Beberapa jam setelah pemerintah Israel mengumumkan sanksi itu, 10 organisasi hak asasi manusia Israel dan Palestina membuat petisi yang disampaikan ke Mahkamah Agung Israel. Mereka meminta Mahkamah mencabut keputusan pemerintah Israel itu.
"Kebijakan pemerintah memutus aliran listrik dan suplai bahan bakar ke Ghaza adalah tindakan melanggar hukum, dan jika diterapkan akan membahaykan kehidupan warga tak berdosa, " demikian pernyataan organisasi-organisasi HAM itu. (ln/iol/al-arby)