Israel akan segera mewujudkan rencananya memperluas pemukiman di Tepi Barat. Untuk itu, kementerian perumahan Israel sudah memasang iklan tender bagi perusahaan-perusahaan konstruksi untuk pembangunan perumahan itu, di harian Ha’aretz. Jumlah rumah yang akan dibangun terdiri dari 150 rumah di pemukiman Beitar Illit dan 78 rumah lainnya di pemukiman Efrat.
Rencana kementerian perumahan Israel ini tentu saja mengundang reaksi keras dari Palestina. Deputi Perdana Menteri Palestina Nabil Shaath menyatakan ‘sama sekali tidak bisa menerima’ rencana itu dan otoritas Palestina akan mengajukan gugatan secara formal ke negara AS. Pasalnya, menurut kesepakatan peta jalan damai di bawah pengawasan Uni Eropa, AS dan PBB, Israel seharusnya tidak lagi melakukan pembangunan pemukiman Yahudi dan harus menghancurkan pos-pos militer liarnya yang didirikan tanpa persetujuan pemerintah.
"Pembangunan perumahan itu merupakan tindakan ilegal yang bertentangan dengan jaminan yang diberikan AS serta Israel sendiri pada kami. Hal ini benar-benar tidak bisa diterima. Kami akan menyampaikan keluhan kami secara resmi pada PBB dan Uni Eropa, khususnya pada AS," kata Shaath.
Shaath menduga rencana pembangunan pemukiman baru itu untuk menaikkan popularitas Perdana Menteri Ariel Sharon agar terpilih kembali sebagai kepala faksi Kadima dalam pemilihan bulan Maret mendatang. Dari manifesto Kadima yang bocor ke publik, disebutkan bahwa faksi itu berkomitmen untuk menetapkan perbatasan-perbatasan permanen negara Israel dengan menyerahkan sebagian dari wilayah Tepi Barat namun tetap mempertahankan blok-blok pemukiman Yahudi yang penting di wilayah itu. Sharon sendiri berulang kali mengungkapkan keinginannya untuk memperkuat pemukiman-pemukiman utama Yahudi di Tepi Barat.
Dalam pertemuan Kadima yang dilakukan baru-bari ini ditetapkan bahwa perbatasan-perbatasan permanen itu akan meliputi semua wilayah Yerusalem dan pemukiman Yahudi seperti Gush Etzion dan Maale Adumim yang terletak di luat Kota Suci.
Israel Bangun Wilayah Penyangga di Jalur Gaza
Untuk memperkuat posisinya, Sharon juga memerintahkan milternya membangun wilayah penyangga di utara Gaza untuk mencegah serangan roket dari kelompok pejuang Palestina. Untuk mengamankan wilayah itu, Israel akan mengerahkan pasukannya yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap dan mengancam tidak segan-segan untuk melakukan serangan udara dan serangan bom untuk menjaga wilayah aman tersebut. Tidak seorangpun warga Palestina yang diperbolehkan melintasi wilayah itu, jika ada yang berani melintas, tentara Israel akan langsung menembaknya.
Perdana Menteri Palestina Ahmed Qurei menyatakan ketidaksetujuannya dengan keputusan Israel tersebut. "Kami menolaknya. Pemerintah Israel sudah membuat sebuah keputusan serius dan kami megingatkan akan ada konsekuensinya," kata Qurei seperti dikutip AFP usai sidang kabinet mingguan.
Pada kesempatan itu, Qurei juga menegaskan kembali bahwa pemilu di Palestina tetap akan dilakukan pada tanggal 25 Januari mendatang, meski Israel melarang warga Palestina di Yerusalem untuk ikut dalam pemilu tersebut. Menurut Qurei, Yerusalem merupakan wilayah yang sangat penting dalam pemilu Palestina namun kondisinya harus dipenuhi terlebih dahulu.
Sementara itu, Israel masih terus melakukan serangan ke wilayah Palestina. Selasa (27/12) dinihari, tentara Israel menembakan dua misilnya ke kota Gaza. Menurut militer Israel, misil-misil itu ditujukan ke gedung-gedung milik Brigade Martir Al-Aqsa yang diduga sebagai tempat rekruitmen dan pertemuan para pemimpin kelompok tersebut. Tidak ada korban dalam serangan tersebut. Beberapa jam sebelumnya, kelompok pejuang Palestina juga menembakkan dua roketnya ke wilayah Israel dan jatuh dekat sebuah sekolah taman kanak-kanak di kawasan pertanian. Serangan ini juga tidak menimbulkan korban jiwa maupun luka. (ln/iol/aljz).