Menteri Kesehatan Palestina pada Senin (10/7) kemarin menyatakan, militer Israel telah menggunakan jenis bahan kimia baru terlarang sebagai material bomnya dalam melakukan serangan terhadap warga Palestina.
Menkes Palestina mengatakan, bahan peledak militer Israel mengandung racun dan radioaktif yang bisa membakar dan meluluhkan tubuh korban yang terkena bahan tersebut.
"Bahkan tubuh korban yang terluka, hampir semuannya terbakar. Bahan ini merusak dengan cara yang sangat mengerikan dan belum pernah kami lihat sebelumnya," kata Dr. al-Saqqa dari Rumah Sakit Shifa pada situs al-Jazeera.
Sejak agresi militer Israel ke Gaza, sudah 50 warga Palestina yang tewas. Menkes Palestina mengatakan, para dokter juga sudah melakukan amputasi bagi sekitar 12 warga yang terluka.
Menurut dokter Saqqa yang juga Kepala Layanan Gawat Darurat di RS. Shifa, banyak anggota keluarga yang tidak bisa lagi mengenali korban yang tewas.
"Ketika kami mencoba melakukan sinar X pada korban tewas, Kami tidak bisa menemukan jejak bahan apa yang telah mengenai korban," kata dokter Saqqa. Menurutnya, tubuh korban tewas seperti terbakar akibat bahan kimia.
"Kami yakin Israel menggunakan bahan kimia baru dan senjata radioaktif dalam operasi mereka. Dan sebagian besar korban luka adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun," kata Menkes Palestina.
Untuk itu ia menyerukan dunia internasional dan organisasi HAM untuk mengirimkan tim medisnya dan melakukan pemeriksaan terhadap tubuh para korban.
Organisasi HAM Israel Buat Petisi
Sementara itu, sejumlah organisasi hak asasi manusia Israel menyampaikan sebuah petisi pada pengadilan tinggi Israel yang berisi desakan agar perbatasan-perbatasan yang saat ini dikuasai Israel dibuka kembali agar bahan makanan, bahan bakar dan kebutuhan hidup lainnya bisa masuk ke Palestina.
"Menahan bahan makanan, bahan bakar dan kebutuhan lainnya dari warga Gaza merupakan hukuman kolektif dan melanggar hukum internasional," ujar Shabtai Gold, juru bicara organisasi Physicians for Human Right-Israel, salah satu organisasi yang ikut menyampaikan petisi.
Seperti diketahui, perbatasan utama di Gaza ditutup sejak militer Israel melancarkan serangan gencar ke wilayah itu dengan alasan ingin membebaskan serdadunya yang hilang, yang diduga diculik oleh kelompok pejuang Palestina.
Penutupan perbatasan Gaza oleh Israel, menyebabkan krisis kemanusiaan karena warga Gaza mulai kekurangan bahan bakar dan bahan makanan.
Dalam petisinya, enam organisasi hak asasi manusia Israel meminta agar perbatasan-perbatasan yang ditutup Israel dibuka kembali untuk ‘mencegah bahaya serius masalah kesehatan warga sipil.’
Kelompok organisasi HAM yang mengajukan petisi, juga mendesak militer Israel untuk tidak menjadikan warga sipil sebagai target dalam perangnya. "Israel tidak memenuhi kewajiban legalnya untuk menyediakan kebutuhan warga sipil dan membedakan antara warga sipil dan anggota pasukan militer sebagai targetnya," kata mereka.
"Israel diminta oleh, baik hukum internasional maupun hukum yang berlaku di Israel untuk membedakan antara warga sipil dan anggota militer yang menjadi targetnya, tidak menyerang kepentingan umum seperti pusat sumber energi dan secara aktif ikut serta dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi warga sipil," sambung mereka.
Aksi protes dari dalam negeri Israel atas serangan pemerintah mereka ke Gaza, bukan terjadi kali ini saja. Awal Juli kemarin, ratusan warga Israel melakukan aksi protes terhadap serangan militer Israel ke Gaza sebagai upaya pembebasan seorang serdadunya. Para pengunjuk rasa berkumpul di depan rumah PM Ehud Olmert, membawa spanduk bertuliskan ‘Jangan menyerang warga sipil’ dan ‘Jangan gunakan solusi militer.’ Mereka meminta agar Israel melakukan dialog dengan pemerintahan Hamas dalam upaya pembebasan itu.
Organisasi PBB untuk bantuan Palestina UNRWA sebelumnya sudah mengingatkan bahwa warga Gaza kini sedang berada ‘di pinggir bencana kesehatan’ sejak Israel membombardir wilayah itu dan menghancurkan pusat pembangkit listriknya pada tanggal 28 Juni kemarin.
Untuk membantu warga Gaza, Komisi Eropa hari Senin (11/7), untuk pertama kalinya mengirimkan bantuan bahan bakar melalui mekanisme bantuan internasional. (ln/iol)