Pemerintah Libanon sedang menyelidiki laporan dari sejumlah dokter yang menyebutkan bahwa Israel telah menggunakan senjata dengan kandungan bahan-bahan berbahaya selama lebih dari dua pekan serangan brutal mereka ke Libanon.
Laporan para dokter itu berdasarkan pengamatan mereka pada korban luka. Mereka mengatakan kandungan bom Israel telah menyebabkan luka yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
"Kami akan mengirimkan contohnya besok, tapi kami belum mendapatkan informasi tentang telah digunakannya senjata ilegal," kata Menteri Kesehatan, Muhammad Khalifa.
Sejauh ini, pihak militer Israel mengatakan bahwa mereka hanya menggunakan senjata dan amunisi konvensional untuk menyerang Hizbullah dan tidak menggunakan apapun yang melanggar hukum internasional.
Selama dua minggu lebih pertempuran Israel dan Hizbullah, rumah sakit rumah sakit di Libanon selatan banyak menerima mayat dengan kondisi menghitam. Para dokter lokal yang pernah mengalami masa-masa perang sipil mengatakan, mereka belum pernah melihat kondisi korban yang seperti itu.
Bachir Cham, seorang dokter berdarah campuran Libanon-Belgia yang bertugas di Southern Medical Center di kota Sidon mengaku menerima delapan mayat korban serangan Israel di dekat Rmeili, dan ia menyaksikan kondisi luka yang ‘tidak biasa’.
Dokter Cham mengambil 24 sampel dari mayat-mayat itu untuk menyelidiki apa yang membunuh mereka. Dan ia meyakini, penyebabnya adalah semacam zat kimia.
Dokter Cham mengatakan, kondisi beberapa mayat menghitam, tapi rambut dan kulit mereka masih utuh. "Mereka tidak benar-benar terbakar. Penyebabnya adalah sesuatu. Yang pasti, mereka sudah menggunakan senjata kimia," ujar dokter Cham.
"Jika anda membakar seseorang dengan minyak tanah, rambut mereka dan kulit mereka akan ikut terbakar sampai ke tulang. Pasukan Israel 100% menggunakan senjata-senjata kimia," sambungnya.
Kecurigaan bahwa Israel menggunakan zat posfor sebagai material bom-bom yang digunakannya dalam serangan ke Libanon, sudah berulangkali dilontarkan Presiden Libanon, Emile Lahoud.
Begitu juga dengan organisasi Human Right Watch yang menuding Israel telah menggunakan kluster bom untuk menyerang wilayah-wilayah padat penduduk di Libanon selatan. Namun mereka belum memastikan apakah Israel menggunakan zat posfor.
"Kami sedang menyelidiki tapi kami belum bisa memastikan apa-apa. Kami sudah melihat sebelumnya bagaimana zat posfor digunakan dan kami melihatnya di antara stok persenjataan artileri militer Israel di utara," kata Peter Bouckaert, salah satu direktur Human Right Watch.
"Zat posfor boleh digunakan sebagai sumber penerangan malam hari di kancah pertempuran. Penggunaannya untuk penyerangan merupakan pelanggaran hukum internasional," imbuhnya.
Dari beberapa tayangan televisi yang menampilkan kondisi 20 warga sipil yang tewas akibat serangan misil Israel di perbatasan Marwahin, terlihat bahwa tubuh korban menghitam seperti yang dijelaskan dokter Cham. Tapi tak seorangpun tahu zat apa yang telah membunuh mereka.
"Kami menyaksikan kondisi luka bakar yang tidak normal, berbeda dengan apa yang kami saksikan pada perang sebelumnya. Mayat-mayat korban menciut setengah dari ukuran nornalnya. Tadinya anda berpikir itu adalah mayat anak kecil, tapi ternyata itu adalah mayat orang dewasa," papar Raid Salman Zeinedine, Direktur Rumah Sakit Pemerintah di Tyre.
"Kami belum pernah melihat hal seperti ini, tapi saya tidak mau berspekulasi tentang penyebabnya. Kami belum punya jawaban yang ilmiah," katanya.
Meski sudah ada 400 lebih warga sipil Libanon yang jadi korban, militer Israel membantah bahwa mereka menjadikan warga sipil sebagai target serangan. "Kami hanya menggunakan senjata dan amunisi yang terbaik untuk menghancurkan target kami dan menyebabkan paling tidak kerusakan berat," kata juru bicara militer Israel, Kapten Jacob Dallal.
"Mungkin mayat-mayat itu terbakar oleh api atau terkena dampak ledakan yang kuat, tapi di antara dua itu dan dugaan bahwa kami menggunakan bahan ilegal yang dilarang hukum internasional, adalah dua hal yang berbeda," katanya enteng. (ln/arabworldnews)