Ismail Haniyah-tokoh Hamas dan perdana menteri Palestina yang dicopot Abbas-mengungkapkan keprihatinannya atas situasi di Ghaza akibat dihentikannya pasokan bahan bakar minyak ke wilayah itu oleh rejim Zionis Israel. Haniyah menuding Presiden Palestina Mahmud Abbas sudah berkolusi dengan rejim Israel untuk menyengsarakan warga Ghaza.
"Suplai bahan bakar berkurang drastis di Jalur Ghaza. Sinkronisasi antara kebijakan Israel dan otoritas Palestina pimpinan Mahmud Abbas ini, menunjukkan sebuah kordinasi yang serius dan sangat berbahaya, " kata Haniyah usai salat Jumat kemarin. Untuk kesekian kalinya, ia mengecam kebijakan para petinggi rejim Zionis Israel untuk mengurangi pasokan bahan bakat ke Ghaza.
"Pada saat Abbas dan Olmert menyatakan akan mencapai perdamaian pada tahun 2008 di konferensi Annapolis, pada saat yang sama Israel mengepung rakyat Palestina dengan blokade ekonomi, " tandas Haniyah.
Sementara itu, ribuan pendukung Hamas menggelar aksi unjuk rasa di Rafah, memprotes konferensi Annapolis. Mereka membawa bendera-bendera Hamas, spanduk-spanduk dan meneriakkan slogan untuk tidak mengakui Israel. "Bahkan jika mereka menerapkan blokade ini bertahun-tahun, meskipun mereka terus membunuh kami, kami tidak akan pernah mengakui Israel, " kata pemimpin Hamas Mushir al-Masri di tengah aksi unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa serupa digelar di desa Bilin dekat Tepi Barat. Puluhan pengunjuk rasa sempat terlibat bentrokan dengan tentara Israel, namun tidak ada laporan korban jiwa atau luka-luka.
Untuk menekan Hamas yang saat ini menduduki wilayah Ghaza, rejim Zionis Israel bukan hanya mengurangi pasokan bahan bakar ke wilayah itu, tapi juga masih menutup perbatasan Ghaza, yang menjadi pintu gerbang lalu lintas barang dan warga Ghaza. Akibat blokade ini, kehidupan ekonomi di Ghaza makin sulit, ditambah lagi blokade ekonomi dari pihak Barat. (ln/presstv/iol)