Eramuslim.com – Orang Jepang mempelajari Islam sebagai sebagian dari sebuah pemikiran Barat. Pada 1877, sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dan Islam mendapat tempat di kalangan intelektual.
Kontak dengan Islam juga dilakukan tahun 1890-an ketika kesultanan Turki Utsmaniyah mengirim armada ke Jepang untuk sebuah misi persahabatan. Pengiriman ini telah meningkatkan hubungan antara kedua negara.
Di samping itu, sepanjang Perang Dunia II ‘kehadiran Islam sangat kuat’, terutama setelah pemerintahan militer Jepang membentuk organisasi dan pusat penyelidikan Islam untuk menaklukkan negara-negara jajahan yang sebahagian besar Muslim di Asia Tenggara. Sikap persuasif mereka telah menarik perhatian para tokoh di negeri ini untuk bersama-sama memerangi Barat.
Organisasi Islam pertama yang didirikan adalah The Japan Muslim Association pada tahun 1952. Tujuannya adalah untuk menyebarkan Islam di Jepang. Dakwah Islam bertambah semarak setelah perang kemerdekaan melalui hubungan pertukaran diplomatik, ekonomi dan kebudayaan. Diperkirakan di seluruh Jepang kini terdapat 50 Islamic center dengan pusat aktivitas dakwah bertempat di Tokyo.
Selain pembangunan masjid sebagai pusat aktivitas ibadah dan sosial, tugas penerjemahan Alquran juga mempunyai sejarah yang panjang. Antara 1920-1970 terdapat lima terjemahan Kitab Suci ini ke dalam bahasa Jepang. Menurut Abu Bakar Morimoto, terjemahan pertama diterbitkan pada tahun 1920 dalam dua jilid yang dilakukan oleh Keuiche Sakamoto, seorang sarjana non-Muslim dari Universitas Tokyo.
Akhirnya pada 1957, Alquran diterjemahkan secara langsung dari bahasa Arab oleh Toshihiko Izutsu, seorang sarjana keislaman yang fasih berbahasa Arab baik denganlisan mahupun tulisan. Selain itu, beliau juga banyak menulis karya-karya lain berkaitan dengan isu keislaman, seperti God and Man in the Qur’an: Semantics of Qur’anic Weltanschauung, Ethico-Religious Concepts in the Qur’an, dan The Concept of Belief in Islamic Theology. Ketiga buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Tiara Wacana.
Pengaruh Izutsu boleh dilihat dalam pandangan salah satu sarjana Muslim Asia Tenggara, Wan Mohammad Nor Wan Daud. Dengan merujuk kepada Izutsu, beliau mempertimbangkan bahwa perbezaan mazhab hukum Islam dan teologi bersumber pada perbedaan metode dalam menafsirkan Alquran dan hadis. Oleh karena itu, cara penafsir klasik menggunakan analisis gramatikal dan filologi dipandang tidak cukup karena tidak bisa mendapatkan penjelasan yang menyeluruh.
Sarjana Jepang lain yang cemerlang adalah Sachiko Murata, yang menulis The Tao of Islam: A Sourcebook on Gender Relationship in Islamic Thought. Buku ini mencoba menguraikan pemikiran Islam tentang hakikat hubungan Tuhan dan alam semesta, alam semesta dan manusia, serta manusia dan Tuhan.
Sedangkan sarjana Indonesianis adalah Hiroko Horikoshi yang telah mempengaruhi banyak pengkaji Islam di Asia Tenggara. Hasil penyelidikannya tentang peran ulama dalam melakukan perubahan dalam masyarakat Jawa Barat, yang bahkan juga dijadikan rujukan para penulis Barat.