Meski belakangan ini hubungan Mesir dan Iran sedikit dilanda ketegangan, Iran secara resmi meminta pihak Universitas Al-Azhar di Kairo, untuk membuka cabangnya di Teheran, ibukota Iran. Tawaran ini memicu perdebatan di Mesir, yang mencurigai Iran sedang berupaya mengambil hati dunia Arab agar mendukung Iran dalam pertikaian nuklirnya dengan Barat.
Juru Bicara Iran di Kairo Karim Azizi mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan tawaran itu secara resmi tapi belum direspon oleh Al-Azhar. Menurutnya, Iran menyodorkan tawaran tersebut karena ingin memperkuat hubungan dengan Mesir dan menggalang persatuan dengan aliran-aliran yang berbeda dalam Islam terutama Sunni dan Syiah.
Hubungan Iran-Mesir belakangan ini menegang, gara-gara Iran membuat dan menayangkan film berjudul "Assassination of a Pharaoh" di salah satu televisi Iran. Film itu membuat Mesir marah, karena dalam film tersebut mantan presiden Mesir Anwar Sadat dideskripsikan sebagai pengkhianat. Sementara orang yang membunuh Sadat dipuji sebagai martir.
Mesir sampai memanggil Duta Besar Iran di Kairo, menutup kantor perwakilan televisi Iran dan membatalkan pertandingan sepakbola persahabatan yang sedianya digelar Juli kemarin. Iran secara resmi sudah menyampaikan bahwa film tersebut tidak mewakili posisi negara Iran dan menegaskan bahwa Iran ingin menjalin hubungan yang lebih erat dengan Mesir berdasarkan persahabatan dan persaudaraan.
Hubungan Iran-Mesir pernah merenggang sejak tahun 1980-an setelah pemerintahan Revolusi Islam Iran memprotes sikap Mesir yang mau mengakui eksistensi rezim Zionis Israel, memberikan suaka bagi para pendukung Shah Iran dan mendukung Irak pada masa perang Iran-Irak tahun 1980-1988.
Hubungan keduanya menunjukkan gejala membaik, ketika pada bulan Januari kemarin Presiden Mesir Husni Mubarak bertemu dengan Juru Bicara Parlemen Iran, Gholam Ali Hada Adel. Pertemuan itu merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama pejabat kedua negara sejak hampir tiga dekade belakangan ini.
Sikap Al-Azhar
Al-Azhar memang belum memberikan respon terhadap tawaran Iran. Namun Ketua Pusat Riset Islam Al-Azhar Syaikh Ali Abdul Baqi mengatakan bahwa tawaran itu bukan tawaran resmi pemerintah Iran tapi atas permintaan Muslim Sunni Iran yang menjadi warga minoritas di Iran. Muslim Sunni Iran jumlahnya sekitar lima juta orang dan tinggal di daerah-daerah perbatasan.
Menurut Baqi, Muslim Suni Iran ingin anak-anak mereka belajar tentang ajaran-ajaran Sunni seperti yang diajarkan di Al-Azhar karena Al-Azhar dikenal moderat dan terbuka. Baqi menolak berkomentar tentang spekulasi bahwa tawaran Iran itu bermotifkan politik. "Kami tidak membaca apa yang ada di hati, kami mendengarkan apa yang diucapkan lidah, " tukas Baqi.
Baqi juga menolak anggapan ada ketegangan antara Sunni dan Syiah dan bahwa Syiah ingin melakukan invasi ke masyarakat Sunni Mesir. "Kami tidak takut dengan Syiah… Tidak ada ketegangan antara Al-Azhar dengan sekte-sekte apapun, " tegas Baqi.
Sudah saatnya memang para pemuka agama kedua aliran memikirkan perlunya menggalang persatuan antara umat Islam, untuk menghadapi musuh bersama umat Islam, yaitu Zionisme Internasional, kemiskinan dan persoalan sosial lainnya yang menjadi sumber lemahnya umat Islam.(ln/al-arby)