Parlemen Iran mengajukan draft undang-undang yang mewajibkan pihak pemerintah mengambil sidik jari setiap warga negara AS yang masuk ke negeri itu.
Pengajuan draft yang dilakukan pada Minggu (19/11) itu mendapat dukungan 135 suara di parlemen dan 26 suara menentang. Radio nasional Iran menyebutkan, peraturan baru tersebut juga mewajibkan pemeriksaan keamanan lengkap bagi orang-orang Amerika yang akan berkunjung ke Iran.
Draft tersebut kini berada di lembaga pemantau konstitusi atau Guardian Council, sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Selama ini, meski undang-undang resminya belum ada, setiap wartawan AS yang akan masuk ke Iran selalu diambil sidik jarinya.
Sejumlah pejabat pemerintahan Iran, termasuk Presiden Mahmud Ahmadinejad tidak setuju dengan adanya undang-undang tersebut. Ahmadinejad yang selama ini selalu melontarkan pernyataan keras terhadap AS, meminta agar Parlemen tidak mengajukan draft undang-undang itu, meski negara AS memberlakukan aturan yang sama, mengambil sidik jari warga negara Iran yang masuk ke negeri Paman Sam. Ahmadinejad beralasan, Iran tidak punya persoalan dengan rakyat AS.
Namun permintaan Presiden Iran itu ditolak parlemen. Salah satu bagian isi draft undang-undang yang dibacakan saat rapat paripurna parlemen dan disiarkan langsung oleh radio nasional Iran menyebutkan, "Pemerintah berkewajiban untuk mengambil sidik jari semua warga negara AS, sebagai tindakan balasan atas apa yang dilakukan para pejabat AS terhadap warga negara Iran."
Iran sebenarnya sudah memprotes kebijakan AS yang mengambil sidik jari warga negaranya saat tiba di AS. AS menerapkan kebijakan itu, tidak lepas dari tuduhannya bahwa Iran adalah negara yang mendukung terorisme.
Menlu Iran, Manouchehr Mottaki termasuk salah seorang yang tidak setuju adanya undang-undang yang mewajibkan pengambilan sidik jari terhadap warga negara AS yang masuk ke Iran. Dalam rapat dengar pendapat dengan parlemen bulan Oktober lalu, Mottaki mengatakan,"Menghindari langkah balas dendam seperti itu merupakan pesan yang jelas bagi bangsa Amerika. Hal ini akan menunjukkan kegagalan dari kebijakan pemerintah AS."
Tapi anggota parlemen Mahmud Muhammadi menyatakan tidak sependapat dengan Mottaki. "Presiden dan pemerintahannya menolak undang-undang ini…. tapi anggota parlemen ingin melindungi integritas warga negara Iran dengan mengajukan draft undang-undang ini," katanya. (ln/iol)