Mogtada al-Sadr memperingatkan tentang kebangkitan milisi Tentara Mahdi dengan puluhan ribu kekuatannya, yang baru-baru ini melakukan protes terhadap pendudukan AS di Irak. Aksi yang dilakukan oleh milisi al-Sadr itu bertepatan peringatan 8 tahun pendudukan pasukan AS yang telah menggulingkan Saddam Hussein di Baghdad.
Ulama Irak Moqtada al-Sadr mengatakan,"Akan meningkatkan perlawanan militer", serta milisi Tentara Mahdi akan membebaskan Irak dari tentara pendudukan AS, jika AS tidak segera meninggalkan Irak sesuai dengan jadwal penarikan tahun ini, ungkap pembantunya hari Sabtu lalu.
Peringatan 8 tahun penggulingan Saddam Hussein di Baghdad, pemimpin senior Syiah al-Sadr, Hazem al-Araji di depan puluhan ribu pengikutnya mengatakan: "Kami menegaskan Gedung Hitam (White House), ‘kita akan menggunakan bom dan detonator sepanjang waktu, sampai AS pergi, dan bom serta detonator berada di tangan Moqtada al-Sadr", ujarnya. "Pasukan Amerika harus meninggalkan tanah kami ", tambahnya
Pria, wanita dan anak-anak – melambaikan bendera Irak yang berwarna hitam, putih dan merah, dan menyanyikan lagu – dan mereka berkumpul di alun-alun Mustansiriya Baghdad untuk menandai peristiwa tersebut. Suasananya sangat meriah.
Beberapa pengikut al-Sadr membawa tanda-tanda dengan tulisan "Penjajah Harus Keluar" dan "Tidak untuk Amerika". Para pengunjuk rasa lainnya membakar bendera AS, bendera Israel dan Inggris, atau menggunakan hiasan kafan putih pemakaman di atas bahu mereka – menandakan mereka bersedia mati untuk keyakinan mereka.
Banyak kerumunan pengikut Syiah dalam aksi itu bersorak dengan penuh antusias. Sementara itu juru bicara ulama Syiah Salah al-Ubaidi, memperingatkan bahaya yang akan mengancam, jika pemerintah Irak memperpanjang pasukan "pendudukan" AS, serta dapat memiliki dua konsekuensi.
"Pertama, munculnya eskalasi perlawanan militer oleh Tentara Mehdi terhadap pasukan pendudukan AS yang akan menimbulkan perang besar, dan kedua, eskalasi perlawanan damai, melalui protes dan demonstrasi yang akan melakukan tekanan terhasap pasukan pendudukan di Irak", ujarnya.
Peringatan itu datang setelah Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates mengunjungi Irak, mendesak pemerintah Irak untuk memutuskan, apakah pasukan AS tetap tinggal di Irak dan membantu menghadapi pemberontakan dari kelompok-kelompok milisi yang menjadi ancaman stabilitas di Irak atau meninggalkan Irak?
Ali Mohammed, seorang pegawai pemerintah 39 tahun yang ikut dalam aksi protes yang membungkus kepalanya dengan bendera Irak, mengatakan penundaan penarikan pasukan akan memicu kekerasan yang luar biasa.
"Mereka harus mengerti bahwa perlawanan kita sekarang dengan aksi damai, tetapi akan berubah menjadi tindakan di luar imajinasi mereka," katanya. Sisa pasukan AS yang berjumlah 47.000 personil rencananya dijadwalkan berangkat dengan pada akhir tahun ini, di bawah perjanjian keamanan antara kedua negara, ujarnya.
Tentara Mahdi yang bertempur melawan pasukan AS di 2006-2007, sekarang meningkatkan kemampuannya dengan dukungan Iran. Perdana Menteri Nuri al-Maliki mengirim pasukan pemerintah untuk menghancurkan mereka pada tahun 2008. Tetapi, kekuatan pemerintah gagal untuk menekuk kekuatan al-Sadr, karena sudah terlalu kuat dan mendapatkan dukungan kaum Syiah Irak.
Sadr memerintahkan aksi kekerasan terhadap sesama warga Irak dan pada tahun 2008, dan Sadr memerintahkan milisi Tentara Mahdi menghentikan aksi kekerasan, sesudah berunding dengan pemerintah, dan selanjutnya menjadi sebuah kelompok kemanusia dan politik. Para milisi Syiah yang berpakaian hitam itu, tetap mempertahankan eksistensinya yang relatif terbatas, dan pasukan milisi Syiah itu, dan sekerang merek a terus melakukan latihan militer dan meningkatkan kemampuan militernya untuk menghadapi kelompok saingannya Sunni,yang sekarang sedang berhadapan.
Gerakan politik Sadr mendapatkan dukungan yang kuat dalam pemilu tahun lalu dan mengatasi saingannya NUr al-Maliki dan al-Sadr bergabung dalam pemerintah koalisi itu, yang dibentuk pada bulan Desember, sesudah melalui perundingan selama sembilan bulan yang amat tegang antara Syiah, Sunni dan faksi-faksi Kurdi.
Sadr, yang meninggalkan Irak pada tahun 2006 atau 2007 setelah surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadap tokoh Syiah itu. Sadr pergi meninggalkan Irak dan berada di Iran, dan selama tinggal di Iran , ia belajar di negara itu, dalam beberapa tahun terakhir. Kemudian, ia kembali pada awal Januari lalu, dan sekarang menjadi tokoh yang sangat menentukan di Irak.
Kekuatan Syiah di Irak dan dominasi kelompok Muqtada al-Sadr, yang sekarang memimpin milisi Tentara Mahdi, di masa depan akan menjadi ancaman yang serius bagi stabilitas di seluruh kawasan Timur Tengah. Mereka akan dengan agresif terus meningkatkan kemampuannya dibidang militer, dan mempenetrasi kekuatan politik lainnya di Irak, dan pada akhirnya akan terus melakukan ekspansi ke seluruh kawasan.
Inilah sebuah kebangkitan kaum Syiah di Timur Tengah, yang sekarang telah memanfaatkan kerasahan dan menggunakannya untuk melakukan penggulingan rezim-rezim politik yan otokrat, dan kekuatan Syiah terus meningkatkan kekuatan politiknya seperti yang terjadi di Bahrain dan negara-negara Teluk lainnya. (mh/wb)