Pada 1511, Kemal Reis gugur dalam sebuah pertempuran. Piri kemudian kembali ke Gallipoli. Di kampung halamannya, ia tidak sekadar menenangkan diri, tetapi juga larut dalam penelitian dan menulis risalah tentang ilmu merancang peta (kartografi). Studi dan pengalamannya di dunia maritim hingga saat itu sudah cukup baginya untuk menjadi seorang kartografer mumpuni.
Pada 1513, Piri berhasil membuat peta dunia pertamanya. Sekitar empat tahun kemudian, peta tersebut dipersembahkannya untuk Sultan Selim I. Waktu itu, ia mengikuti kampanye militer sang sultan untuk menaklukkan Dinasti Mamluk.
Pada 1517, dinasti yang berpusat di Mesir itu berhasil dikalahkan. Kemenangan tersebut menjadikan Turki Utsmaniyah berhak menyandang gelar kekhalifahan. Sebab, kendali atas dua kota suci, Makkah dan Madinah, yang sebelumnya berada di tangan Mamluk pun ikut diambil alih.
Sekitar 10 tahun setelah kepergian pamannya, Piri kembali ke kancah pertempuran untuk membela kedaulatan negerinya. Ia ikut berjuang di Pengepungan Pulau Rhodes. Misi itu berhasil setelah pasukan Kristen yang terus menerus digempur akhirnya menyerah pada 25 Desember 1522.
Nama Piri pun semakin bersinar. Dua tahun kemudian, ia dipercaya menjadi nakhoda kapal yang mengantarkan perdana menteri Ibrahim Pasha ke Mesir. Sejak saat itu, hubungannya dengan elite pemerintahan kian dekat.
Pada 1547, ia diangkat menjadi laksamana sehingga berhak memakai titel reis. Piri Reis membawahkan pasukan maritim Turki Utsmaniyah yang beroperasi di Mesir hingga Samudra Hindia. Markasnya berkedudukan di Suez.
Hanya dalam jangka waktu beberapa bulan sejak pelantikannya, ia sukses menjalankan sejumlah misi. Di antaranya adalah pembebasan Aden (Yaman) dan Muskat (Oman) dari tangan Portugis. Sayangnya, Selat Hormuz tidak berhasil direbutnya dari kekuasaan bangsa Eropa. Bagaimanapun, Semenanjung Qatar dan Bahrain dapat dikuasainya sehingga mengunci pergerakan musuh di Teluk Arab.
Saat usianya mendekati 90 tahun, Piri Reis memilih pulang ke Mesir. Beberapa waktu kemudian, Gubernur Basrah Kubad Pasha dikabarkan memimpin kampanye militer untuk menghalau Portugis dari timur Jazirah Arab. Akan tetapi, sang laksamana enggan mendukung misi tersebut.
Sultan Turki menganggapnya sebagai suatu upaya pembangkangan. Tuduhan itu diperberat lagi dengan fakta, Piri Reis kembali ke Mesir ketika Portugis masih bercokol di Teluk Arab. Akhirnya, tokoh yang puluhan tahun mengabdi di angkatan laut kekhalifahan itu pun dieksekusi mati pada 1553.
Meskipun nyawanya berakhir tragis, nama dan reputasinya tetap harum bahkan hingga zaman modern. Saat ini, sejumlah kapal perang dan kapal selam Angkatan Laut Turki diberi nama Piri Reis sebagai bentuk penghormatan. (rol)
OLEH HASANUL RIZQA