Departemen Pertahanan AS mengeluarkan kebijakan baru yang membolehkan sangsi hukuman bahkan eksekusi bagi para tersangka pelaku teror, hanya berdasarkan informasi yang didengar saksi dan pengakuan yang didapat dengan cara paksaan.
Kebijakan itu, menurut Departement AS, merupakan kebijakan yang "fair" dan termaktub dalam sebuah buku manual sepanjang 238 halaman, yang sudah bisa digunakan dalam persidangan-persidangan para tersangka pelaku teror di masa datang.
Dalam briefing di Pentagon, deputi konsultan departemen pertahanan, Dan Dell’Orto mengatakan, kebijakan baru itu akan "memberi jaminan hukum yang harus ada dalam masyarakat yang beradab."
Dalam buku manual itu disebutkan bahwa tim pembela harus memberitahu hakim jika ingin mengungkap sebuah informasi yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan pemerintah untuk menyatakan keberatan terhadap suatu pertanyaan pada para saksi di pengadilan.
Anehnya, para tersangka sendiri tidak diizinkan untuk melihat materi-materi yang dianggap rahasia itu, yang digunakan untuk membuat tuduhan pada para tersangka. Mereka hanya diberi hak untuk menerima kesimpulan-kesimpulan yang isinya dianggap tidak masuk dalam katagori rahasia.
"Ketika anda berada di tengah perang terhadap musuh-musuh ini, secara khusus anda perlu menaruh perhatian pada pengungkapan bukti itu, " kata Dell’Orto menanggapi soal materi-materi yang menurut buku manual itu dianggap rahasia.
Dalam buku manual juga disebutkan larangan penggunaan kekerasan dan tindakan yang tidak manusiawi, melecehkan atau "kasar" untuk mendapatkan pernyataan dari tersangka seperti yang dilarang oleh Konstitusi AS. Tetapi menurut manual tersebut, dibolehkan menggunakan teknik interogasi dengan paksaan guna mendapatkan bukti-bukti-jika bukti-bukti didapat sebelum 30 Desember 2005- dan jika bukti-bukti itu dianggap benar oleh hakim.
Tahun lalu, Kongres dan Gedung Putih menyatakan setuju bahwa perkataan yang didengar oleh seorang saksi dari orang lain, bukan dari yang ia lihat sendiri, bisa dijadikan bukti dalam pengadilan jika hakim menyatakan pengakuan saksi bisa dipercaya.
Terkait masalah hukuman, buku manual baru Departemen Pertahanan AS memasukkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman maksimum bagi mereka yang dinyatakan bersalah melakukan kegiatan mata-mata atau ikut serta dalam "konspirasi atau berkomplot’ membunuh seseorang.
Sedangkan hukuman maksimum bagi tersangka yang terbukti menyediakan uang atau amunisi, adalah hukuman seumur hidup.
Aturan baru ini tentu akan terkait dengan sekitar 400 tahanan tersangka pelaku teroris yang saat ini berada kamp tahanan militer AS di Guantanamo, Kuba.
Menurut penasehat hukum Pentagon, Thomas Hemingway, para pejabat pemerintah AS berpikir bahwa dengan bukti-bukti yang mereka miliki sekarang, mereka bisa melontarkan tuduhan resmi pada 60 sampai 80 tahanan. Departemen Pertahanan, kini sedang mempersiapkan pengadilan bagi sedikitnya 10 tahanan. (ln/aljz)