Pada Juli lalu, para arkeolog menemukan dasar dari pilar bangunan pada kedalaman 1,5 meter. Namun, survei menunjukkan adanya sisa-sisa bangunan tertimbun lebih dalam.
Seorang arsitek dan insinyur asal Iran dari Universitas Tehran, Arash Boostani, mengatakan bangunan masjid itu adalah jendela yang terbuka menuju periode kuno. Yang mana, di sana mereka bisa menemukan basis budaya berikutnya. Boostani ditugaskan oleh Aga Khan Trust for Culture (AKTC) untuk bekerja di situs tersebut.
Spesialis dalam melestarikan monumen bersejarah tersebut mengatakan, bahwa beberapa desain bunga di masjid tersebut adalah desain pra-Islam dan telah diserap dari budaya lokal. Bangunan, yang telah terlindungi dari elemen atap logam, tetap rentan karena struktur bata dan seni menyusunnya yang rentan terhadap erosi. Kubah Noh Gonbad dirobohkan sesaat setelah masjid dibangun di lokasi tersebut selama berabad-abad sejak keberadaannya.
“Dengan gempa pada tahun 819 sebagian besar masjid roboh. Gempa bumi yang lain seratus tahun kemudian menghantam dinding luar dan sebagian besar dari 15 lengkungan,” kata Boostani.
Para ahli merentangkan jaring fiberglass untuk mendukung dua lengkungan utama, yang sangat retak. Mereka juga menambahkan semen, tanpa mengubah hiasan gypsum. Ia mengatakan, tempat itu selalu dihuni dan digunakan. Mereka menemukan perapian di sana. Menurutnya, potongan-potongan kubah, betapapun beratnya, diangkut dan digunakan untuk menutupi makam di dekatnya. Karena itulah, ia menilai bangunan itu memiliki nilai simbolik yang kuat.
Masjid Noh Gonbad ini tetap menjadi tempat ziarah. Para wanita datang dan berkumpul pada Jumat dan menangis di atas makam seorang suci yang tak dikenal, Hadji Pyada, yang dikubur di sana pada abad ke-15. “Seperti semua penggalian, masjid Sembilan Kubah itu memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada yang mereka jawab,” kata arkeolog tersebut.(kl/rol)