Eramuslim.com – Mahathir Mohammad kembali terpilih menjadi Perdana Menteri Malaysia setelah 15 tahun. Melalui koalisi oposisi yang dibentuknya, Pakatan Harapan, Mahathir, yang berusia 92 tahun, berhasil mengalahkan partai yang sebelumnya berkuasa, Barisan Nasional (BN).
Dalam kampanyenya, Mahathir menggarisbawahi masalah paling penting bagi sebagian besar orang Malaysia: ekonomi. Pajak barang dan jasa (good and services tax) atau GST sebesar 6 persen dinilai menjadi salah satu penyebab tingginya biaya hidup di Malaysia.
“GST ini buat semua harga barang-barang menjadi mahal. Ini sejak perdana menteri Najib Razak berkuasa,” kata Hamidah, salah satu warga Kuala Lumpur, kepada Republika.co.id, Jumat (11/5).
Sebagai seorang pedagang, Hamidah sangat merasakan dampak kenaikan harga barang-barang. Apalagi, pekerjaannya tidak menghasilkan pendapatan yang tetap.
Mahathir juga berjanji akan mengevaluasi harga bahan bakar yang dirasakan begitu mahal. Pemerintah berkuasa sebelumnya memotong subsidi bahan bakar yang semakin memberatkan masyarakat.
Selama 27 tahun berada di Malaysia, Supangat, yang merupakan warga negara Indonesia, merasa terbebani dengan harga bahan bakar yang meningkat. Apalagi profesinya sebagai supir membuatnya merasakan bagaimana kenaikan harga bahan bakar berpengaruh pada biaya hidup di Kuala Lumpur.
“Banyak yang mengeluhkan hal ini sejak dua tahun lalu,” katanya.
Kedua hal ini menjadi janji kampanye Mahathir dalam 100 hari pertama. Koalisi oposisi yang dipimpin Mahathir mengatakan akan menggantikan GST dengan pajak penjualan dan jasa yang lebih adil.
Mahathir berjanji untuk memperkenalkan kembali subsidi bensin, yang bisa menjadi keuntungan untuk konsumsi dan mengejar target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 6 persen. Mereka juga berkampanye untuk meningkatkan royalti minyak ke negara-negara penghasil minyak dan menaikkan upah minimum.
Koalisi partai Mahathir juga menjanjikan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Ini terkait dengan skandal korupsi yang menimpa perdana menteri sebelumnya, Najib Razak, mengenai dana investasi negara 1Malaysian Berhad (1MDB) sekitar 700 juta dolar AS atau lebih dari Rp 9 triliun.
Pembentukan 1MDB pada tahun 2009 dimaksudkan untuk mengubah Ibu Kota Kuala Lumpur menjadi pusat keuangan dan meningkatkan ekonomi melalui investasi strategis. Aroma busuk di lembaga ini tercium pada awal 2015 setelah gagal melakukan pembayaran utang kepada bank dan pemegang obligasi sebesar lebih dari 11 miliar dolar AS.
Kemudian, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan telah melihat jejak transaksi hampir 700 juta dolar AS dari dana tersebut yang setelah ditelusuri diduga mengalir ke rekening pribadi milik Najib. Namun, ia dengan keras menyangkal tuduhan tersebut dan dibebaskan oleh otoritas Malaysia.
Pada akhir tahun lalu, Jaksa Agung Amerika Serikat (AS) Jeff Sessions menggambarkan skandal ini sebagai ‘kleptokrasi yang paling buruk’ yang pernah ada. Pemerintah AS telah mencari cara untuk mengambil lebih dari 1,7 miliar dolar AS aset yang diyakini telah dicuri dari dana tersebut.