Kesuksesan pemerintah Inggris meredam radikalisasi di masjid-masjid di negeri itu, ternyata menimbulkan persoalan baru. Sebuah laporan strategi antiterorisme yang akan segera dirilis menyebutkan bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah Inggris untuk meredam radikalisasi di masjid-masjid, mendorong mereka yang militan untuk bergerak di bawah tanah dan sulit terdeteksi oleh polisi dan pemuka masyarakat.
Menurut laporan itu, tokoh-tokoh militan yang berada dalam penjara, misalnya Abu Hamza, masih menyebarkan pengaruhnya dari dari dalam sel penjara terhadap anak-anak muda muslim yang terpesona dengan retorika anti-Barat yang dikemukakan Hamza. Laporan "Pencegahan dan Strategi"–yang ditujukan untuk menghentikan radikalisasi di kalangan anak muda Muslim di Inggris–diharapkan akan menjadi dasar untuk merealisasikan janji Perdana Menteri Inggris David Cameron yang akan mengusir "da’i yang menyebarkan kebencian" macam Abu Hamza dari Inggris.
Laporan antiterorisme itu juga akan dimanfaatkan untuk membangun sebuah jalinan baru antara kelompok ektrim yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan dengan kelompok ekstrim yang menggunakan cara-cara kekerasan.
Dalam pidatonya di Munich awal tahun lalu, Cameron menyatakan bersumpah akan mengambil kebijakan keras dan akan memperketat "kebijakan negara soal multikultur". Pemerintah Inggris tidak akan memberlakukan larangan terhadap sebuah kelompok, tapi semua kantor kementerian di Inggris harus menolak semua bentuk kerja sama dengan organisasi-organisasi yang dinilai tidak liberal terhadap isu hak perempuan dan dianggap tidak sesuai dengan "nilai-nilai yang berlaku di Inggris secara umum"
Institut Ilmu Kepolisian di Cardiff University yang menyusun laporan "Pencegahan dan Strategi" antiterorisme itu, akan mendistrubusikannya ke seluruh kepala kepolisian di Inggris. Dalam laporan itu antara lain disebutkan, berdasarkan penelitian mereka, 11 dari 12 masjid di London, Luton, Birmingham dan Manchester telah menjadi target kelompok islamis ekstrim.
Disebutkan pula bahwa kerjasama antara para pemuka komunitas Muslim dengan polisi antiteror sebagai bagian dari upaya pencegahan "terorisme", ada yang berhasil dan ada yang tidak. Menurut Profesor Martin Innes, taktik polisi untuk meredam radikalisasi kadang menciptakan atmosfir permusuhan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap ekstrim, sehingga memicu gerakan radikalisasi di bawah tanah.
Beberapa tempat di Inggris yang menjadi "pusat" radikalisasi generasi muda Muslim, menurut laporan tersebut terutama di kawasan London Timur, Midlands, Yorkshire dan Lancashire. Disamping itu, ditemukan bukti bahwa orang-orang ekstrim yang sudah diusir dari masjid atau lingkungannya, beralih ke situs internet untuk merangkul anak-anak muda muslim yang masih rawan akan pengaruh pemikiran radikal mereka.
"Persoalan radikalisasi masih ada. Akan ada periode dimana para ekstrimis garis keras akan berusaha memobilisasi dan melakukan balas dendam atas kematin Usamah bin Ladin. Tapi dalam jangka panjang, kita tetap menghadapi ancaman radikalisasi di kalangan anak-anak muda dan harus ada kerjasama yang terus menerus antara polisi dan warga masyarakat," kata Profesor Innes. (ln/telegraph)