Sudah tiga tahun lewat agresi militer AS dan sekutunya ke Irak, hingga kini media massa Barat masih tetap melabelkan kata ‘pembohong’ dan ‘pelanggar HAM’ kepada AS dan sekutunya. Media massa Barat juga memandang agresi militer telah membawa dampak yang berlawanan seratus delapan puluh derajat terhadap misi yang sebelumnya dipropagandakan AS untuk menyerang Irak.
Harian Independent Sunday terbitan Inggris (19/3), menurunkan sebuah artikel bertajuk, “Tiga Tahun Berlalu dan Sampai Sekarang Mereka Masih Saja Menipu Kita.” Artikel tersebut memuat kecaman atas serangan membabi buta AS yang dilakukan di kota Samarra, utara Baghdad, dengan kekuatan lebih dari 100 personil AS. Menurut Independent, serangan itu merupakan serangan udara paling besar dan biadab yang dilakukan AS sejak digulingkannya pemerintah Saddam Husein.
Salah satu indikatornya, tiga hari paska serangan dengan berdalih mencari kelompok pejuang Irak itu, nyaris tak ada informasi tentang terjadinya baku tembak antara kekuatan AS didukung tentara Irak dengan para pejuang. Tapi anehnya, laporan resmi tentara AS menyingkap ditemukannya lebih dari 15 lokasi penyimpanan senjata dan bahan peledak.
Sementara siaran televisi hanya menyorot sedikit sekali tempat yang dianggap menyimpan bahan peledak itu. “Yang digambarkan di televisi, hanyalah simpanan senjata yang biasa dilakukan oleh para penduduk desa di Irak untuk melindungi rumah mereka,” demikian dituliskan Independent.
Sementara itu, laporan penyiksaan yang dilakukan pasukan AS di Irak, dilansir oleh harian New York Times: “Memang ada penyiksaan yang dilakukan sekelompok tentara AS, khususnya sebelum dan setelah diungkapkannya kekejaman tak terperi di Abu Ghraib pada tahun 2004.” Menurut NYT, unit militer AS yang melakukan penyiksaan tersebut dulunya ditugaskan di Baghdad di sebuah tempat tahanan rahasia. Mereka menggunakan salah satu ruang di sebuah gedung sebagai tempat interogasi dan penyiksaan tahanan. Ruangan itu kemudian disebut sebagai “Ruangan Gelap”.
Sejumlah orang di Kementerian Pertahanan AS diduga mengetahui lokasi penempatan unit tentara itu. Mereka mengungkapkan, “Sejumlah pasukan memang ditugaskan di tahanan tersebut untuk memukul tahanan dengan senjata, meludahi muka mereka, untuk menarik informasi yang dapat diperoleh guna menyingkap tempat dan keberadaan Abu Musab Az Zarqawi, salah satu pimpinan pejuang Irak."
Masih menurut New York Times, “Ruang Gelap” tersebut adalah bagian dari lokasi tahanan sementara yang didirikan di dekat bandara Baghdad. Tempat itu menjadi tempat transit para tahanan sebelum mereka dimasukkan ke penjara Abu Ghraib.
“Para tahanan di ruang gelap tidak didampingi oleh pengacara ataupun keluarga mereka. Mereka bisa saja dikurung berminggu minggu tanpa tuduhan apapun,” tulis New York Times. Lokasi ini sendiri, tulis NYT, sulit dikunjungi dan dilihat langsung mengingat pengamanan ekstra ketat yang mengelilingi lokasi tersebut.
Informasi lain yang lebih menegaskan kekejaman tentara AS dan sekutunya di Irak, adalah, banyaknya para desertir dari tugas kemiliteran di Irak. Independent Sunday menyebutkan bahwa jumlah pasukan yang menolak dari tugas militer di Irak berlipat tiga kali lipat sejak tahun 2003. Pada tahun 2005 saja, tercatat 380 orang pasukan yang tidak mau lagi ditempatkan di Irak. Ben Griffin, salah satu pasukan udara Inggris yang mengundurkan diri dari tugasnya di Irak mengatakan bahwa di antara alasannya adalah, “Aksi tentara AS tidak berprikemanusiaan terhadap hak rakyat Irak.” Ia menambahkan, dirinya tidak mau terlibat dalam peperangan yang ilegal. Dan ia juga yakin hingga kini, PM Inggris Tony Blair telah banyak berbohong terkait aksi peperangan di Irak. (na-str/iol)