Ada kekawatiran terhadap Ikhwanul Muslimin, bahwa Jamaah ini mampu merebut kekuasaan dan memaksakan syariah Islam. Tetapi, ada sebagian kalangan malah menilai Ikhwan dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan model atau bentuk perjuangannya.
Meskipun, karakter dasarnya Ikhwan tidak berubah, yang menggunakan semboyan, "Islam huwal hal" (Islam adalah solusi), dan masih tetap dipegang dengan teguh. Ikhwan sepanjang sejarah Mesir, selalu berhadap-hadapan dengan kekuasaan, dan kekuasaan tidak pernah mau mengakomodasinya.
Ikhwan berjuang dengan segala daya dan kemampuan ingin metranformasikan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan bangsa Mesir secara menyeluruh. Sementara itu, para penguasa yang sudah menjadi bagian kepentingan Barat dan para penjajah, menolak dan menentangnya. Karena itu dari rezim ke rezim lainnya, Ikhwan selalu dimusuhi para penguasa di Mesir.
Dengan berakhirnya era Mubarak yang sudah di depan mata, berbagai spekulasi telah muncul. Apakah Ikhwanul Muslimin akan mendominasi wajah politik baru Mesir? Ikhwan merupakan kelompok oposisi terbesar dan paling populer, serta gerakan paling efektif di Mesir.
Spekulasi yang muncul pasti IKhwan akan mencari peran dalam menciptakan pemerintahan baru, dan keinginan terus melakukan perubahan, tak dapat dipungkiri. Dengan gigih Ikhwan terus-menerus menghadapi rezim-rezim otoriter di Mesir, dan tak kenal putus asa. Perjuangannya sangat luar biasa, saat menghadapi rezim yang menolak eksistensi Ikhwan. Para pemimpinnya keluar masuk penjara, dan bahkan telah banyak yang dihukum mati, di atas tiang gantungan.
Kalangan Barat sangat skeptis dan kawatir terhadap Jamaah yang didirikan oleh Hasan al-Banna tahun 1928 ini, pada saatnya akan mengambil alih kekuasaan. Barat selalu menyebutnya akan munculnya ‘tirani Islam’, yang akan mengelimansi sistem demokrasi dan sekuker, yang sekarang ini sedang di tawarkan Barat kepada dunia Arab.
Ketakutan Barat yang sangat serius, di mana kekuasaan Ikhwan akan menjadi ancaman eksistensi Zionis-Israel, dan sikapnya yang anti terhadap Barat. Tetapi, sikap anti Barat itu hanya sifatnya paralel dengan negara-negara Barat yang membabi-buta mendukung Israel, yang sudah merampas tanah dan hak-hak hidup rakyat Palestina.
Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan al-Banna pada tahun 1928, telah memiliki kemampuan terus berkembang dengan pesat di tengah-tengah kekuasaan yang sangat tiranik. Inilah yang diluar prediksi para ahli politik,dan intelijen yang mengamati gerakan Ikhwan.
Ikhwan sebenarnya tidak terlalu nampak sebagai gerakan politik, tetapi sejatinya gerakan ini lebih banyak bergerak dibidang dakwah, pendidikan dan sosial. Mereka hanya mendidik pribadi-pribadi yang diiinginkan menjadi orang-orang yang shaleh, dan memiliki komitmen untuk menegakkan agama Islam.
Gerakan yang didirikan oleh Hasan al-Banna ini menyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang paling benar, dan terus berusaha membebaskan negei-negeri Muslim yang terjajah oleh Barat. Ikhwan juga menyerukan bersatunya rakyat Mesir menghadapi Israel. Perjuangan ini sangat nampak, ketika tahun 1948, Hasan al-Banna menyerukan kepada para pengikutnya dan rakyat Mesir berjihad ke Palestina untuk membebaskan negeri itu dari tangan Israel. Ribuan sukarelawan yang pergi berjihad ke Palestina mengikuti seruan Hasan al-Banna.
Ikhwan selalu berhadapan dengan kekuasaan di Mesir, dan tidak pernah mendapatkan tempat di hati para penguasa. Para perwira ‘Gerakan Mesir Bebas’ yang merebut kekuasaan tahun 1952, dan bekerjasama dengan Ikhwan, justru akhirnya menghancurkan Ikhwan dengan berbagai bentuk konspirasi yang dijalankan. Nasser yang berkuasa saat itu telah menuduh Ikhwan ingin merebut kekuasan. Konspirasi itu seolah-olah Ikhwan merencanakan pembunuhan terhadap Nasser. Padahal, konspiasi itu dibuat oleh rezim Gamal Abdul Nasser, yang tujuannya untuk menghabisi Ikhwan.
Dengan tuduhan Ikhwan melakukan percobaan pembunuhan terhadap Nasser, tahun 1954, Nasser memiliki dalih untuk menghancurkan organisasi itu – memenjarakan ribuan anggotanya di kamp-kamp padang pasir, dan mengusir ribuan lainnya keluar Mesir, sebagian lainnya, kemudian bergerak di bawah bawah tanah. Tetapi, justru di masa Gamal Abdul Nasser itu, gerakan Ikhwan menyebar dengan pesat ke seluruh pelosok dunia. Di mana para anggota Ikhwan yang pergi dari Mesir itu, mendirikan cabang-cabang Ikhwn di luar negeri.
Di bagian lain, diantara para pemimpin yang masih tersisa di penjara-penjara militer Mesir, seperti Sayyid Qutb, menyerukan jihad, ketika menghadapi rezim-rezim yang sangat repressif. Tidak ada jalan yang dapat dimengerti oleh para rejim yang sangat brutal, kecuali dengan jihad, ujar Sayyid Qutb. Dengan cara itulah menurut Qutb untuk melindungi para anggota Ikhwan dan kaum Muslimin dari para tiran, yang terus melakukan tindakan kekejaman terhadap kaum Muslimin.
Tetapi, Hasan al-Hudaibi, yang menggantikan Hasan al-Banna yang sudah tewas ditembak oleh aparatnya Raja Farouk, menyerukan kepada anggota Ikhwan agar jangan terjebak dalam kekerasan, dan lebih menekankan ke jalur hukum, dan konstitusi.
Hal ini juga dilaksanakan oleh Umar Tilmisani yang menggantikan Hasan Hudaibi, dan Jamaah Ikhwan berusaha agar tidak terperosok ke dalam kekerasan. Tetapi, sesuatu berulang kembali, sejak Presiden Anwar Sadat menggantikan Gamal Abdul Nasser yang bengis, dan melakukan kerjasama dengan Israel, yang kemudian tewas oleh seorang perwira Mesir, Letnan Khaled Islambouly.
Pengganti Sadat, yang tak lain seorang perwira militer, Marsekal Hosni Mubarak, yang melanjutkan misi Anwar Sadat, dan melanggengkan hubungannya dengan Israel, dan mereduksi kekuatan-kekuatan Islam di Mesir. Langkah-langkah Mubarak sangat gegabah, dan puncaknya Mubarak, memenjarakan begitu banyak anggota Ikhwan yang bersimpati kepada rakyat Palestina, yang menghadapi agresi Israel, di tahun 2008. Mubarak benar-benar tidak mengindahkan aspirasi dan kehendak rakyat Mesir.
Ikhwan yang menjadi organisasi terlarang, dan tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik. Satu-satunya keiikutsertakan Ikhwan dalam kegiatan politik melalui calon independen. Pada pemilu 2005, Ikhwan ikut pemilu parlemen, melalui calon-calon independen, dan mendapatkan suara 20 persen. Ini merupakan perolehan yang paling signifikan, yang didapatkan oleh kelompok oposisi di Mesir, dan Ikhwan menjadi kekuatan oposisi terbesar.
Tetapi, pada pemilu tahun 2010, yang lalu, Ikhwan tidak mendapatkan satu pun kursi di parlemen, akibat kecurangan yang dilakukan rezim Mubarak, yang menginginkan tranformasi kekuasaannya berjalan dengan mulus, dan akan mengalihkan kekuasaannya kepada anaknya Gamal.
Inilah skenario yang dijalankan oleh Mubarak, yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun. Ingin menjadikan Mesir seperti sebuah kerajaan, dan kekuasaan menjadi turun-temurun.
Tentu, yang tidak diprediksi Mubarak, pecahnya peristiwa politik di Tunisia, yang membuat El Abidin, meninggalkan kekuasaannya dan meminta suaka politik di Arab Saudi. Peristiwa yang terjadi di Tunisia dengan sangat cecpat menyulut seluruh dunia Arab, dan memaksa rezim-rezim yang berkuasa, menilai kembali sikap politiknya.
Dua minggu lebih aksi protes berlangsung di seluruh Mesir, dan menginginkan jatuhnya Mubarak, dan mereka tak dapat lagi di tunda-tunda, karena rakyat sudah muak dengan Mubarak. Anak-anak muda menjadi pilar gerakan menentang rezim Mubarak, yang lalim, dan menginginkan mereka turun dari kekuasaannya. Tetapi, Mubarak tak bergeming, dan tetap ingin berkuasa, sampai September nanti.
Seorang perwira intelijen Omar Sulaiman yang lebih pro-Israel ditunjuk oleh Mubarak, mengendalikan kekuasaannya di saat krisis. Sulaiman mengumpulkan kekuatan oposisi utama, diantara Ikhwan. Omar berjanji melakukan reformasi dan akan menghapus undang-undang darurat militer yang sudah berlangsugn sejak Mubarak berkuasa, hingga hari ini.
Apakah Ikhwan akan tetap dapat memainkan peranannya menuju kearah perubahan di Mesir? Sementara itu, Ikhwan harus tetap berhadapan dengan para jenderal yang menjadi kroni Mubarak? (mhi)