Sempitnya hidup di negara ekstrim sekuler Tunisia. Hari raya idul Adha yang harusnya diperingati dengan suka cita dan kedamaian, berubah menjadi situasi yang menegangkan. Saat yang dilewati dengan ketenangan berubah kacau akibat krisis politik dan sosial di negeri itu.
Apa pasal? Pemerintah Tunisia melakukan operasi keamanan massif kepada berbagai elemen masyarakat untuk menangkapi orang-orang yang dituding terlibat dalam organisasi Islam. Di saat yang sama, pemerintah juga tengah mengadili tiga puluh orang pemuda Salafi yang dituding terlibat dalam aksi kontak senjata beberapa tahun terakhir. Krisis antara guru pengajar agama Islam dan pemerintah Tunisia pun terus berlanjut hingga merusak suasana hari Idul Adha bagi umat Islam.
Ada puluhan keluarga para pemuda beraliran Salafi, yang merasakan kesedihan akibat tuduan bahwa anak-anak mereka berada di balik rekruitmen pemuda yang ingin bergabung dengan organisasi perlawanan di Irak. Sebagian pemuda itu ditangkap di Suriah, ada juga yang tertangkap di Aljazair, dan ada pula yang belum meninggalkan Tunisia tapi masih dalam tahap berencana meninggalkan Tunisia untuk berangkat ke Irak.
Ummu Khalid, jubir resmi keluarga korban penangkapan pemuda itu mengatakan, “Sejak anak-anak kami ditangkap kami tidak pernah merasakan suasana hari raya lagi, kami juga tidak bisa berbahagia meski melewati hari raya. ”
Ia menambahkan, “Hari raya justru berubah menjadi musim kesedihan karena semakin merasakan ada anggota keluarga yang ditangkap. ”
Tunisia sejak awal tahun 90-an telah menggelar pengadilan besar-besaran terhadap pemuda-pemuda Islam. Saat ini, ada 30 orang pemuda yang ditangkap dan tengah diadili. Mereka umumnya adalah pemuda kelahiran tahun 80-an dan dituduh terlibat dalam kontak senjata dengan keamanan Tunisia hingga menewaskan 14 orang.
Menurut pemerintah, kelompok Salafi ini berencana melakukan aksi teror ke sejumlah instansi pemerintah di Tunisia dan juga berbagai kantor kedutaan besar asing seperti AS dan Inggris. (na-str/iol)
