Hizbut Tahrir (HT) wilayah Yaman menyerukan perlunya terjadi perubahan secara mendesak dan signifikan pada sistem pemerintahan Yaman sekaligus menyatakan negeri tersebut siap untuk dijadikan sentral dan pusat Dawlah Khilafah Islamiyyah yang selama ini diimpi-impikan oleh HT.
Sumber HT Yaman menyatakan, pendirian negara-khilafah di Yaman akan membantu menyelesaikan berbagai persoalan masyatakat Yaman. Dengan jalan mendirikan pemerintahan ala khilafah yang adil dan bekerja secara sungguh-sungguh, krisis Yaman akan dapat terselesaikan.
"Hari-hari ini Yaman tengah jatuh dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan krisis yang paling buruk. Negeri ini telah roboh dari berbagai segi: politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini tak lain akibat gagalnya sistem pemerintahan di negeri ini," tutur sumber tersebut yang dilansir beberpa media Timur Tengah.
HT Yaman menyatakan sistem kekhilafahan adalah satu-satunya solusi, serta mengkritik bentuk-bentuk sistem pemerintahan semisal Republik, Uni, Federasi, Uni Federasi, dan lain-lain.
HT kerap mengusung jargon Khilafah Islamiyyah sebagai solusi dan menganggap sistem kenegaraan lain semisal demokrasi, republik dan lain sebagainya sebagai sistem "thogut". Sayangnya, HT kurang bisa memastikan rujukan kekhalifahan yang mana yang akan diadopsi.
Sebagaimana dicatat oleh sejarah, fase dawlah (negara) Islam terbagi ke dalam lima fase besar. Fase pertama adalah fase Nabi Muhammad dan Sahabat, yang saat itu Dawlah Islamiyyah baru berkembang di semenanjung Arabia saja, dan pada masa pemerintahan sahabat Umar hingga Ali mulai berkembang hingga wilayah yang kini disebut Timur Tengah (as-Syarq al-Awsath) ini, mengecualikan Turki.
Fase kedua adalah fase di masa Tabi’in, yaitu dikudetanya kepemimpinan Sahabat Ali oleh Muawiyah (dikenal dengan peristiwa tahkim) dan berdirinya dawlah Umawiyyah. Dawlah ini mampu bertahan tak lebih dari seabad lamanya. Meski demikian, wilayah 8kekuasaan dawlah pada masa Umayyah merentang mulai dari semenanjung Iberia (Andalus) hingga Transoxiana (Asia Tengah: Bukhara, Khawarizm) dan Sungai Indus di India. IDawlah ini ditumbangkan oleh dawlah Abbasiyyah.
Fase ketiga dimulai pada abad ke-8 hingga ke-13 M. Di sepanjang masa ini, setidaknya terdapat 4 dawlah besar yang memiliki wilayah kekuasaan masing-masing, yaitu dawlah Abbasiyyah di Mesopotamia (sekarang Irak) dan Persia, dawlah Saljuqiyyah di Asia Minor (Anatolia, sekarang Turki), dawlah Fathimiyyah di Afrika Utara, Sisilia (Italia), Mesir, dan Levantina (Syam, sekarang Palestina, Lebanon, dan Suriah)–yang berkuasa hingga abad ke-11 hingga akhirnya digantikan oleh dawlah Ayyubiyyah dibawah kepemimpinan Shalahuddin al-Ayyubi dengan wilayah kekuasaan yang sama, serta dawlah Umayyah-Marwaniyyah di Semenanjung Iberia (Andalusia, sekarang meliputi Spanyol, Portugis, Giblartar, dan Andorra).
Fase keempat dimulai pasca penyerangan Mongol ke wilayah Timur Islam (Masyriq) dan hancurnya ibu kota kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad pada pertengahan abad ke-13 M. Pada fase ini, muncul setidaknya beberapa kekhalifahan Islam di empat wilayah, yaitu di Andalus (dawlah Bani Ahmar, atau Alhambra), di Mesir (dawlah Mamalik), di Masyriq (dawlah Ilkhan Mongol, untuk kemudian Taymuriyyah) dan di Asia Minor (dawlah Ali Utsman atau Utsmaniyyah). Fase ini berlangsung hingga abad ke-16 M.
Fase kelima dimulai pada paruh terakhir abad ke-16 M. Pada masa ini, terdapat beberapa dawlah Islam di beberapa wilayah, yaitu dawlah Utsmaniyyah (dengan pusatnya di Istanbul, Turki, dan memiliki wilayah kekuasaan bulan sabit mulai dari Eropa Tenggara, Asia Minor, Kaukasus, Levantina, Semenanjung Arabia, Mesir, dan Afrika Utara), lalu dawlah Shafawiyyah (berpusat di Persia dengan wilayah kekuasaan Mesopotamia, Persia, dan Transoxiana), lalu dawlah Moghuliyyah (berpusat di Delhi dengan wilayah kekuasaan anak benua India), dan beberapa kesultanan Islam di Asia Tenggara.
Pada fase terakhir ini, satu persatu dawlah Islamiyyah tumbang oleh kekuatan baru negara-negara Eropa yang mewujud kolonialisme. Hingga pada awal abad ke-20, satu-satunya dawlah yang tersisa adalah dawlah Utsmaniyyah di Turki, yang itu pun kalah pada Perang Dunia I dan mengalami kebangkrutan, hingga akhirnya rubuh secara total pada tahun 1923 M. Kerajaan Mesir, saat itu rajanya adalah Fuad I, mencoba membaiat dirinya sebagai pengganti kekhalifahan Utsmaniyyah, tetapi gagal karena minimnya dukungan.
Dari puing-puing sejarah dawlah Islamiyyah yang merentet panjang itulah, Hizbut Tahrir ingin membangun kembali impian terwujudnya kekhalifahan dan dawlah Islam. Meski belum ada rambu terang, kekhalifahan Islamiyyah yang seperti apakah dan yang manakah yang akan diterjemahkan oleh HT.
Fahmi Huwaidi, analiis politik Timur Tengah terkemuka yang memiliki kedekatan dengan Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun, menyatakan jika HT justru tak berkembang secara signifikan di Timur Tengah. Perkembangan HT malah terjadi secara signifikan di Indonesia, dan pusat gerakannya pun berada di London, Inggris Raya. (L2-AGS/berbagaisumber)