Syaikh Naim Qasim, deputi sekretaris jenderal Hizbullah menuding AS secara diam-diam telah menyiapkan rencana untuk memberangus Hizbullah, dengan cara mempersenjatai kelompok milisi anti Hizbullah dan merongrong kewibawaan angkatan bersenjata Libanon. Dengan cara itu, AS bertujuan untuk membuat Libanon kembali terpuruk dalam perang saudara.
Syaikh Naim Qasim dalam wawancara dengan surat kabar Guardian mengungkapkan, wakil presiden AS Dick Cheney, berada di belakang semua rencana itu.
"Dick Cheney telah mengeluarkan perintah untuk melakukan perang gerilya terhadap Hizbullah… program AS saat ini adalah memanfaatkan Libanon untuk mewujudkan tujuan-tujuannya di kawasan ini, " ujar Syaikh Qasim.
Tudingan yang dilontarkan tokoh pimpinan Hizbullah itu bukan tanpa alasan. Syaikh Qasim mengungkapkan ini menyusul laporan-laporan yang muncul di media massa Inggris dan AS bahwa CIA telah mengesahkan aksi gerilya melawan Hizbullah. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi luas pemerintahan Bush untuk mencegah makin menyebarnya pengaruh Iran di Libanon.
Menurut laporan-laporan itu, CIA telah menyediakan dana "non-lethal" bagi kelompok-kelompok anti-Hizbullah di Libanon dan bagi para aktivis yang mendukung pemerintahan Fuad Siniora-pemerintahan Libanon yang disokong Barat.
Pemerintahan Bush baru-baru ini juga telah menyediakan dana sebesar 60 juta dollar untuk membiayai pasukan keamanan internal, yang jumlahnya kini meningkat dua kali lipat, menjadi 24 ribu pasukan. Kordinator menteri kabinet Libanon Ahmad Fatfat pada surat kabar Los Angeles Times akhir tahun lalu mengatakan, penambahan personil keamanan kementerian dalam negeri itu dilakukan untuk melawan pengaruh Iran dan sekutu Syiahnya di Libanon.
Menurut Syaikh Qasim, ada indikasi makin meningkatnya bias anti-Hizbullah dalam tubuh pasukan keamanan internal Libanon. "Pasukan keamanan internal tidak berhasil memainkan peran yang seimbang. Masalah sektarian sangat menonjol ketika bersentuhan dengan pasukan keamanan, " katanya.
Ia juga menuding pemerintah Libanon telah ikut mempersenjatai kelompok-kelompok anti-Hizbullah. "Ini terjadi atas sepengetahuan perdana menteri dan difasilitasi oleh pasukan keamanan atas komando dari perdana menteri, " tukas Syaikh Qasim.
Dalam wawancara itu, ia juga membantah tudingan Presiden AS George W. Bush yang menuding Hizbullah sedang berupaya "merongrong pemerintahan Libanon yang terpilih secara sah. "
"Saya pikir, jika itu bukan intervensi Amerika, kita seharusnya sudah menyelesaikan persoalan tentang partisipasi dalam pemerintahan sejak lama. Tapi, Amerika memaksa pasukan keamanan pemerintah untuk memperpanjang krisis, karena mereka ingin ada harga yang dibayar untuk itu, " papar Syaikh Qasim.
"Mereka ingin mengikat Libanon dalam negosiasi-negosiasi yang menguntungkan Israel dan menguntungkan rencana mereka membentuk Timur Tengah baru, " sambungnya.
Syaikh Qasim tidak menyebut perihal kemungkinan konfrontasi baru dengan Israel. Namun ia mengingatkan bahwa Hizbullah sudah dipersenjatai kembali. Ia juga menegaskan, "Kami siap atas kemungkinan petualangan yang lain atau permintaan kebijakan Amerika yang bisa saja mendorong militer Israel untuk melakukan tindakan ke arah itu. " (ln/guardian)