Hizbullah: Krisis di Libanon, Konspirasi AS dan Israel untuk Lucuti Hizbullah

Kalangan oposisi menyatakan, aksi-aksi protes anti-pemerintah di Libanon akan terus berlanjut, selama pemerintahan Perdana Menteri Fuad Siniora tidak mampu mengatasi krisis ekonomi dan krisis politik di negeri itu. Sementara Hizbullah menuding kerusuhan yang terjadi adalah rencana besar AS dan Israel untuk melemahkan posisi Hizbullah.

Seperti diketahui, aksi protes atas kenaikan harga-harga di kota Beirut Rabu kemarin berakhir dengan kerusuhan. Selain kelompok buruh, para pendukung Hizbullah juga ikut dalam aksi massa kemarin sebagai protes atas sikap pemerintah yang akan mencabut jaringan telekomunikasi milik Hizbullah karena dianggap telah melanggar kedaulatan negara.

Aksi massa berujung bentrokan dengan aparat keamanan Libanon. Para pengunjuk rasa membakar ban dan kendaraan, memblokade jalan menuju pusat bisnis dan bandara internasional Libanon.

"Apa yang terjadi hari ini, adalah awal dari kampanye menentang pemerintah kami. Jalan-jalan akan tetap ditutup, termasuk jalan menuju bandara sampai pemerintah mengubah semua kebijakan-kebijakannya, " kata seorang sumber dari kelompok oposisi.

Kerusuhan disertai baku tembak antara pendukung pemerintah dengan para pendukung Hizbullah juga terjadi di sejumlah kawasan di kota Beirut. Sejauh ini belum ada informasi tentang adanya korban jiwa akibat kerusuhan dan bentrokan tersebut.

Salah seorang menteri Libanon Marwan Hamadeh menuding Hizbullah telah menggunakan kekuatan militer untuk memblokade bandara internasional. Namun Hizbullah menuding pemerintah Libanon dengan dukungan AS, serta Israel sedang berupaya melakukan "perlucutan senjata dan logistik" kelompok Hizbullah dengan mencipatakan kekacauan di dalam negeri Libanon.

"Siapa pun yang mencoba melucuti Hizbullah, dianggap sebagai tentara-tentara bayaran Israel dan harus diadili sesuai dengan aturan hukum, " kata seorang tokoh Hizbullah seperti dikutip surat kabar al-Madina.

Sementara itu, menyusul kerusuhan di Beirut, kabinet Libanon pada Rabu malam menyatakan setuju untuk menaikkan upah buruh antara 130 dollar sampai 330 dollar. Namun federasi buruh di Libanon menyatakan kenaikan itu tidak cukup, dan mereka tetap menuntut kenaikan upah minimum sebesar 600 dollar. Pemerintah menolak tuntutan kenaikan upah sebesar itu. Menurut Menteri Keuangan Libanon Jihad Azour, kenaikan sebesar itu akan memicu inflasi. (ln/aljz/presstv)