Hillary Clinton, Kabar Buruk Bagi Timur Tengah

Negara-negara Arab pesimis kebijakan luar negeri AS terutama untuk wilayah Timur Tengah akan berubah setelah Barack Obama secara resmi mengumumkan Hillary Clinton sebagai menteri luar negeri AS dalam jajaran kabinetnya.

Ketika menjadi pesaing Obama dalam pemilu presiden kemarin, Clinton melontarkan kampanye-kampanye yang keras terhadap negara-negara Arab yang selama ini dianggap musuh oleh AS, bahkan lebih keras dari kampanye Obama. Clinton pernah menyebut Obama "naif" dalam kampanyenya, karena Obama menyatakan akan membuka dialog langsung dengan Iran, Suriah dan Korea Utara. Clinton juga bersumpah akan "menghancurkan" Iran jika negara itu berani menyerang Israel.

Tak heran jika Israel-lah yang paling berbahagia dengan terpilihnya Hillary Clinton sebagai menlu kabinet Obama. PM interim Israel Ehud Olmert langsung mengucapkan selamat pada Clinton dan mengatakan bahwa Clinton adalah sahabat Israel dan orang-orang Yahudi.

"Saya yakin, dengan jabatan barunya Clinton akan melanjutkan hubungan khusus yang lebih baik antara AS dan Israel," kata Olmert.

Tidak demikian halnya dengan negara-negara Arab yang pesimis bahwa kepemimpinan Hillary Clinton akan membawa angin segar bagi perdamaian di kawasan Timur Tengah. Analis politik di Arab Saudi Khaled al-Dakhil mengatakan, sikap pro-Israel dan anti-Iran Clinton akan menjadi persoalan tersendiri bagi Arab Saudi.

"Clinton akan menjadi seorang menteri luar negeri yang sangat berpengaruh. Sikap anti-Irannya mungkin akan diterima, tapi ia akan menjadi batu sandungan bagi Obama yang cenderung bersikap lunak. Saya pikir Suriah dan Irak tidak akan menyukai Clinton," kata Dakhil.

Sikap keras Clinton terhadap Iran dan Suriah diperkuat dengan keterangan seorang diplomat yang menjadi kontak Suriah. Diplomat yang enggan disebut namanya itu mengaku pesimis AS bersedia melanjutkan dialog tentang perdamaian Suriah-Israel yang sudah dirintis belakangan ini, dengan terpilihnya Hillary Clinton sebagai menlu AS yang baru.

"Para diplomat tahu bahwa sikap Clinton terhadap Suriah lebih keras dibandingkan Obama dalam kampanye kemarin. Bukan tidak mungkin, karena pengaruh Clinton, Obama nantinya juga akan bersikap keras terhadap Suriah," kata diplomat tadi. Suriah sendiri, ujarnya, sudah mengantisipasi terpilihnya Clinton sebagai menlu AS.

Terkait Iran, Kepala Studi Amerika Utara di Universitas Teheran, Mohammad Marandi mengatakan, terpilihnya tokoh Yahudi pro-Israel Rahm Emanuel sebagai juru bicara Gedung Putih dan terpilihnya Hillary Clinton sebagai menteri luar negeri Obama, merupakan tantangan baru bagi Iran.

"Perubahan yang sering kita dengan tidak terwujud. Faktanya, kalangan neokon jelas yang paling gembira dengan pilihan-pilihan itu. Pemilihan Clinton sama sekali bukan kemajuan," kata Marandi.

Namun ia percaya, posisi AS makin lemah untuk melakukan tekanan terhadap wilayah lain dan AS harus mempertimbangkan akan adanya perubahan keseimbangan kekuatan di kawasan. "Pemerintahan AS yang baru punya kesempatan untuk bersikap lebih rasional dalam upaya meredam ketegangan di kawasan," tukasnya. (ln/aby)