Kasus perkosaan kini menjadi buah bibir masyarakat Mesir. Sebagian orang ada yang menganggap kasus itu hanya merupakan kasus individu belaka, dan karenanya tidak bisa dianggap sebagai fenomena sosial masyarakat. Tapi ketua Markaz Qoumi lil Buhuts Ijtima’iyah wal Jina’iyah –semacam LSM yang bergerak di bidang kajian sosial dan kriminalitas—di Kairo, justeru memiliki pandangan lain.
Mereka melakukan kajian intensif dipimpin langsung oleh Dr. Fadeya Abu Syuhbah, seorang dosen hukum kriminal yang juga aktifis LSM tersebut. Dari kajian itu diperoleh data yang menunjukkan dengan jelas kasus perkosaan di Mesir meningkat beberapa kali lipat belakangan ini. Kelompok pelakunya juga bertambah, dari sekedar perilaku anak-anak jalanan, sampai oknum profesional seperti kalangan dokter, guru dan polisi. Hasil penelitian inilah yang kemudian menghebohkan masyarakat Mesir. Apalagi, kemudian terjadi kasus perkosaan antar keluarga dan anak di bawah umur, ditambah perkosaan massal, bahkan perkosaan yang dilanjutkan dengan pembunuhan.
Mengerikan pasti. Dalam angka penelitian itu disebutkan, telah terjadi 20 ribu kasus perkosaan di Mesir setiap tahunnya. Ini berarti setiap satu jam kurang lebih, terjadi satu perkosaan di Mesir. Pelakunya, 90% adalah orang-orang pengangguran (di Mesir terdapat 6 jutaan pengangguran).
Siapapun yang mengikuti dan memperhatikan angka penyebaran tindak perkosaan yang terjadi dan diberitakan di berbagai media massa Mesir, akan merasakan angka perkosaan itu semakin hari semakin bertambah. Seorang pengamat sosial Mesir, Sayed Zaid mengatakan, dalam satu pekan ia memeriksa berita perkosaan baru setiap hari di Mesir yang diberitakan media massa. Pihak keamanan dan polisi juga telah mengeluarkan banyak pernyataan agar para wanita tidak berada di lokasi yang sepi dan tidak larut untuk pulang ke rumah. Ini sudah menunjukkan suasana yang sangat tidak aman bagi kaum wanita Mesir. Tapi toh, angka perkosaan tetap saja bertambah.
Untuk menjawab hal ini, aktifis perempuan Mesir Saher Moje dalam artikel yang dimuat di harian Al-Mashr Al-Youm menilai maraknya kasus ini sebagai tanggung jawab pemerintah. “Apakah para penanggung jawab di pemerintahan ini telah memberi pengajaran dan penyadaran kesehatan kepad para pemuda. Apakah pemerintah telah memberikan pekerjaan yang layak dan proyek bantuan untuk memiliki rumah, isteri dan anak. Ataukah, pelanggaran mereka dengan melakukan perkosaan itu adalah lebih dilandasi dorongan nafsu syaitan yang memang telah menggiringnya keluar dari ruang moral?” demikian tulis Moje. “Di mana keamanan yang kau berikan wahai pemerintah?” tambahnya.
Dr. Ahmad Abdullah, konsultan masalah sosial Islamonline mengatakan, “Kasus perkosaan dan pelecehan seks di Mesir telah memunculkan gejolak di Mesir. Menurut penelitian, sebanyak 60% pelecehan seksual terhdap kaum perempuan di Mesir menimpa anak-anak perempuan, baik kasus pelecehan seksual lewat ucapan, gambar, menyentuh bagian tubuh perempuan, hingga perkosaan. Tidak ada sebab utama dalam hal ini. Tapi yang paling utama adalah tidak adanya atau minimnya pertahanan di masyarakat tentang antisipasi kejahatan seksual ini. Minimnya pertahanan itu bisa dalam bentuk persepsi masyarakat yang keliru, situasi sosial masyarakat dan juga undang-undang yang belum ada. Sebab kedua, adalah bertambahnya dorongan seksual di kalangan pemuda untuk melakukan pelecehan seksual akibat konsumsi media massa yang banyak mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.”
Bagaimana dengan kasus perkosaan di Indonesia? (na-str/iol)