Pendeta Hilarion Heagy, seorang imam Katolik terkemuka di Amerika Serikat (AS) , memicu kehebohan di komunitas gereja setelah mengumumkan keputusannya masuk Islam.
Heagy, yang tinggal di California, sebelumnya adalah seorang imam Ortodoks Rusia. Dia kemudian bergabung dengan Antiochian Orthodox Church (Gereja Ortodoks Antiokhia) sekitar tahun 2003 sebelum beralih ke Eastern Catholic Church (Gereja Katolik Timur) pada tahun 2007.
Dia lulus dari Holy Resurrection Monastery (Biara Kebangkitan Suci) di St Nazianz di Wisconsin untuk menjadi pendeta Katolik Bizantium dan baru-baru ini mengumumkan rencana untuk mendirikan Eastern Christian Monastery (Biara Kristen Timur) di California.
Namun, dalam posting blognya sendiri, Heagy yang kini menggunakan nama Said Abdul Latif mengatakan: “Setelah puluhan tahun merasa tertarik pada Islam dalam berbagai tingkatan, saya akhirnya memutuskan untuk mengambil risiko.”
“Agar hal ini terjadi, bagaimanapun, diperlukan langkah fisik dan teratur, karena saya tinggal di biara Katolik. Seseorang tidak bisa menjadi pendeta dan biarawan secara terbuka, dan seorang Muslim secara pribadi,” lanjut dia, seperti dikutip Middle East Monitor, Senin (27/2/2023).
Dia menggambarkan konversinya sebagai “Kembali ke Timur” dan kembali ke “identitas primordialnya”.
Dia juga memberikan penjelasan tentang konversinya itu dengan mengutip , memberikan penjelasan dengan mengutip Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 172.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,” bunyi terjemahan dalil Al-Qur’an tersebut yang dikutip Heagy.
Dia lebih lanjut mengonfirmasi tentang statusnya yang kini menjadi mualaf.
“Karena alasan inilah para mualaf sering tidak berbicara banyak tentang ‘konversi’ seperti mereka berbicara tentang ‘kembali’ ke Islam—keyakinan primordial kita. Sebuah proses panjang untuk Kembali,” tulis dia dalam blognya.
Menanggapi entri blog tersebut, sebuah artikel baru-baru ini oleh Catholic.com berjudul “Sad Journey of the ‘Muslim Priest” menyebutkan bahwa berita tentang penerimaan mantan pendeta itu terhadap Islam juga mendapat reaksi beragam di media sosial, di mana umat Islam menyambutnya dan beberapa orang Kristen menghakiminya karena “apostatising”.
[Gelora]