Laporan investigasi yang dilakukan para ahli PBB terhadap keberadaan kamp penjara AS di Guantanamo menyimpulkan bahwa AS harus menutup kamp penjara tersebut dan AS diharapkan tidak melakukan praktek penyiksaan dan tidak melakukan tindakan kejam tak berperikemanusiaan.
Laporan hasil investigasi PBB sepanjang 54 halaman itu juga mendesak AS untuk melakukan persidangan yang independen atau segera membebaskan para tawanan.
Penegasan bahwa AS harus segera menutup kamp penjara Guantanamo secepat mungkin juga disampaikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan, Kamis (16/2). Ia mengatakan, tidak penting baginya untuk menyetujui seluruh isi laporan tersebut, namun ia sangat mendukung laporan itu yang menentang penahanan terhadap orang tanpa melalui proses hukum dan selayaknya orang tersebut diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan di depan pengadilan.
"Saya pikir, cepat atau lambat, ada kebutuhan untuk menutup Guantanamo dan saya pikir ini terserah pada pemerintah AS untuk memutuskannya. Saya harap AS menutupnya sesegera mungkin," kata Annan.
Menanggapi hasil laporan PBB itu, Duta Besar AS untuk PBB di Jenewa, Kevin Moley mengatakan, penyelidikan yang dilakukan hanya melihat sedikit bukti-bukti yang diberikan oleh AS dan para ahli PBB menolak undangan untuk mengunjungi Guantanamo di mana terdapat 490 tahanan yang dipenjarakan AS di kamp penjara itu.
Para tahanan yang ada di kamp penjara tersebut dituding terkait dengan jaringan terorisme Al-Qaida atau Taliban di Afghanistan. Sejak kamp penjara itu dibuka pada Januari 2001, hanya sedikit tahanan yang menjalani proses hukum.
Gedung Putih pada Kamis kemarin, menyatakan menolak rekomendasi agar kamp penjara Guantanamo ditutup dan malah mengatakan bahwa laporan itu hanya akan mencemari nama baik PBB. Juru bicara Gedung Putih Scott McClellan mengatakan, yang berada di penjara Guantanamo adalah para teroris yang berbahaya. McClellan bahkan mengatakan bahwa laporan PBB itu hanya ‘pengulangan’ dari tuduhan yang sebelumnya dilontarkan oleh para kuasa hukum beberapa tahanan yang mengatakan bahwa militer AS memperlakukan para tawanan dengan tidak manusiawi.
Lima ahli yang ditunjuk PBB untuk melakukan investigasi, sejak tahun 2002 diundang AS untuk langsung melihat kondisi kamp penjara Guantanamo. Terakhir pada tahun 2004, tiga orang ahli PBB itu diundang kembali namun mereka menolak undangan AS itu karena dilarang melakukan wawancara dengan para tahanan.
Selama ini, hanya Komite Palang Merah International yang diizinkan mengunjungi para tahanan di Guantanmo. Namun organisasi itu merahasiakan hasil temuannya, meski ada beberapa laporan yang akhirnya bocor ke masyarakat.
Temuan-temuan tim investigasi PBB yang diumumkan ke publik berdasarkan wawancara dengan sejumlah mantan tahanan kamp penjara Guantanamo, dokumen-dokumen publik, laporan media massa, kuasa hukum dan hasil pertanyaan yang dijawab oleh pemerintah AS.
Kekejaman di Penjara Guantanamo
Meskipun tim investigasi PBB tidak mengunjungi Guantanamo, mereka menyatakan, bukti berupa foto-foto, pengakuan mantan tahanan, cukup memperlihatkan kekejaman di kamp penjara itu. Para tahanan dibelenggu, dirantai, ditutup kepalanya, dipaksa mengenakan earphone dan penutup mata. Para tahanan juga mengalami siksaan fisik, mereka dipukuli, ditelanjangi dan digunduli dengan paksa jika mereka melawan.
"Perlakuan-perlakuan itu merupakan penyiksaan untuk menimbulkan sakit dan penderitaan bagi para korban dengan tujuan untuk mengintimidasi dan atau sebagai hukuman," demikian bunyi laporan PBB.
Laporan PBB juga menyoroti teknik-teknik interogasi di kamp penjara Guantanamo, khususnya penggunaan anjing, temperatur udara yang sangat tinggi, dilarang tidur selama berhari-hari dan isolasi panjang yang menyebabkan penderitaan berat bagi para tahanan yang mengalaminya.
Lima ahli yang ditugaskan PBB untuk melakukan penyelidikan, bekerja secara independen tanpa bayaran dari PBB. Mereka berasal dari Argentina, Austria, New Zealand, Aljazair dan Pakistan. (ln/aljz)