Menurut Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), sampai hari Rabu (7/1/2009), pemerintah Mesir masih melarang bantuan masuk ke Gaza. Hal ini disampaikan Jurubicara UNHCR, Ron Redmond kepada wartawan di Jenewa, Swiss. Sampai hari ini UNHCR belum dapat mengeluarkan muslim Gaza dari perang yang sedang berkecamuk, akibat larangan pemerintah Mesir.
Akibat larangan ini kondisi Muslim Gaza, semakin memburuk, karena tidak dapatnya bantuan masuk ke wilayah yang sedang dilanda agresi rejim Zionis-Israel. Pemerintah Mesir membiarkan tragedi kemanusiaan yang dialami muslim Gaza, dan tidak ada sedikitkan belaskasihan atas kondisi mereka. Dan, yang sangat menarik, ketika Presiden Hosni Mubarak bertemu dengan delegasi Uni Eropa, menyatakan : ‘Hamas tidak boleh menang dalam perang melawan Israel", tegas Mubarak.
Memasuki hari ke 12, agresi militer yang dilakukan rejim Zionis-Israel, semakin dahsyat, serangan dari udara, darat, dan laut terus mereka lakukan dengan gencar. Sampai hari Rabu (7/1/2009), telah syahid hampir mencapai 700 muslim Gaza, yang sebagian besar adalah anak-anak, dan wanita. Jumlah yang luka, lebih besar lagi, tak kurang angka yang tercatat mencapai 3100 muslim Gaza yang luka atau cedera.
Banyaknya jumlah korban sipil, karena militer rejim Zionis-Israel terus mengintensivekan pemboman ke arah gedung-gedung, flat, sekolah, rumah sakit, terus menjadi target sasaran serangan Zionis-Israel. Tentara pendudukan Zionis-Israel itu, menghancurkan seluruh sarana, yang dicurigai sebagai tempat pejuang Hamas.
Brigade Izzuddin al-Qassam bertekad menyerang kembali tentara Israel, hanya dengan menggunakan alat-alat peledak, yang mereka buat sendiri. Selanjutnya, Brigade al-Qassam setelah menyerang tentara Israel, para pejuangnya menembaki tank Merkava dengan menggunakan senjata berat dan RPG. Perang yang terjadi di Zeiton ini, berlangsung dalam waktu yang lama. Tidak disebutkan situasi perang yang terjadi di Zeiton itu.
Sementara itu, Dr.Hussein Ashur, Direktur Rumah Sakit Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, menyatakan sudah tidak ada tempat lagi untuk menampungkan korban agresi militer rejim Zionis-Israel. Dalam satu hari mencatat 40 orang syuhada yang dikirim ke rumah sakit, dan lebih 100 oran yang luka dan cedera, terutama wanita dan anak-anak. Ashrur menyerukan dukungan internasional, khususnya dalam menghadapi ‘humanitarian disaster’ (bencana kemanusiaan), yang dahsyat.
Dibagian lain, tentara pendudukan rejim Zionis-Israel, menghentikan serangannya selama ‘tiga jam’, ini hanyalah untuk membungkus kebiadan busuknya, yang sudah menghancurkan dan membunuh secara biadab muslim Gaza.
Alasan rejim Zionis-Israel menghentikan serangannya selama tiga jam itu, guna memberikan kesempatan kepada lembaga kemanusiaan, yang mengirimkan bantuan ke wilayah perang.
Tapi, Mohammad Nazal menilai pelonggaran yang dilakukan rejim Zionis-Israel dengan memberikan waktu jeda tiga jam itu, dinilai Nazal sebagai tindakan ‘bodoh’. Karena, waktu tiga jam itu, sangatlah tidak cukup untuk misi kemanusiaan, yang dibutuhkan bagi muslim Gaza,yang menjadi korban agresi militernya. Dalam satu hari serangan udara terhadap sekolah-sekolah yang dikelola PBB, lebih dari 100 yang syahid. Belum lagi yang luka-luka, ratusan jumlahnya.
Sementara itu, hari Selasa (6/1/2009) Presiden Mesir Hosni Mubarak, yang menangapi kunjungan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, yang mengambil prakarsa gencatan senjata di Gaza, Mubarak mensyaratkan bagi proses gencatan senjata, harus diawali dengan fihak Hamas, menghentikan serangan roketnya ke Israel.
Prakarsa damai itu tidak eksplisit menyebutkan penghentian agresi rejim Zionis-Israel, tetapi hanyalah menyebutkan sebuah kondisi menuju gencatan senjata. Mubarak juga hanya setuju gencatan senjata itu sifatnya sangat terbatas, terutama bagi penyaluran bantuan kepada rakyat muslim di Gaza.
Pemimpin Mesir itu juga menginginkan agar Hamas tidak mendorong terjadinya eskalasi (perluasan) perang, selebihnya usaha-usaha gencatan senjata melalui dialog harus dibawah pengawasan Mesir. Dalam kesempatan sebelum meninggalkan Mesir, Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, mengulang kembali pernyataan Mubarak, bahwa gencatan senjata hanya bisa diupayakan, bila Hamas harus lebih dahulu menghentikan serangan roketnya ke wilayah Israel. Jadi Presiden Mesir, Hosni Mubarak, benar-benar menjadi juru bicara Israel.
Tentu yang paling menarik, hari Senin (5/1/2009), Hamas mengirimkan pejabatnya berkunjung ke Cairo, mendiskusikan kondisi dan perkembangan yang terjadi di Gaza. Dalam kesempatan diskusi antara delegasi Hamas dengan para pejabat Mesir, terbetik ungkapan, bahwa ketika Presiden Mesir Hosni Mubarak bertemu dengan para pejabat Uni Eropa, Mubarak menyatakan : “Hamas tidak boleh menang dalam perang melawan Israel”. (M/Pic).