Hari ini Parlemen Turki memulai putaran pertama pemilihan presiden. Pilpres model Turki ini dinilai banyak pihak akan diboikot oleh kelompok-kelompok oposisi, yang tidak terlalu suka terhadap Abdullah Gul.
Gul adalah kandidat presiden yang diajukan partai penguasa parlemen, Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Recep Tayyip Erdogan yang beraliran Islam.
Partai Rakyat Republik mengaku tidak akan ikut serta dalam proses pemilihan ini. Pasalnya, ujar partai itu, Partai Keadilan dan Pembangunan sama sekali tidak mengkonsultasikan pengajuan Gul sebagai kandidat presiden.
Selain itu, Partai Rakyat Republik juga mengancam akan mengajukan tuntutan ke pengadilan jika nanti hasil pemilihan itu kurang dari dua pertiga.
Untuk itu, Partai Republik telah bertemu dengan sejumlah anggota parlemen dari unsur independen, petinggi Partai Ibu Pertiwi dan Partai Jalan Kebenaran yang keseluruhannya berjumlah 24 kursi di parlemen. Sementara Partai Keadilan sendiri memiliki 15 kursi.
Jika dalam pilpres putaran pertama ini Gul gagal terpilih, maka kandidat presiden yang beraliran Islam itu harus menunggu pada 9 Mei nanti saat mayoritas Parlemen memilihnya secara bulat sebagai presiden.
Kendati kondisi Gul tak terlalu menguntungkan, Ketua Parlemen Turki Bulent Arinc menyatakan keyakinannya bahwa Gul akan meraih kemenangan pada putaran pertama. "Menurut saya, semua hak sangat jelas. Parlemen akan memilih presiden Republik Turki ke-11 dengan mudah, " tegas dia.
Sementara itu, para pakar hukum menilai, jika kelompok oposisi menyatakan akan membatalkan hasil pemilihan presiden melalui Mahkamah Konstitusi, tindakan itu sama sekali tak ada pijakan hukumnya.
Seperti diketahui, pada Selasa (24/4) lalu Erdogan secara resmi mengajukan Gul sebagai kandidat presiden Turki. Namun pihak-pihak oposisi mencemaskan pencalonan Gul tersebut. Pasalnya, mereka mengkhawatirkan Gul akan menerobos konstitusi sekular Turki, yang memisahkan antara urusan agama dengan agama. Kaum sekular juga mengkhawatirkan isteri Gul yang berjilbab, yang dikhawatirkan akan membawa simbol agama ke kehidupan kenegaraan.
Untuk diketahui, jabatan presiden di Turki tidak lah terlalu strategis. Pasalnya, urusan eksekutif sepenuhnya dijalankan perdana menteri.(ilyas/im)