Pertikaian Hamas dan Fatah sudah mencapai puncaknya. Sepekan terakhir ini merupakan pekan terburuk bagi warga Ghaza akibat pertikaian dua faksi terbesar di Palestina itu. Warga Ghaza mulai mengungkapkan kekecewaan dan kemarahannya.
Akibat baku tembak yang terus terjadi, banyak warga Ghaza yang terperangkap di rumahnya. Banyak di antara mereka yang memilih tinggal di rumah saja, kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak.
Stasiun-stasiun radio mengumumkan permohonan bantuan akan darah, namun tak seorang pun bisa datang ke stasiun-stasiun radio itu memberikan donor darah, kecuali mereka sudah berada di lingkungan dekat radio tersebut berlokasi.
Sejumlah warga yang tinggal di dekat markas besar keamanan Palestina mengungkapkan, mereka melihat beberapa laki-laki tanpa mengenakan baju digiring ke luar kantor tersebut. Mereka tidak bisa mendekat karena situasinya sangat membahayakan.
Kantor UNRWA-Badan PBB yang memberikan bantuan bagi warga Palestina juga tutup. Warga Ghaza mulai mengeluhkan bahwa mereka kekurangan persediaan makanan dan jika situasinya tidak mereda dalam beberapa hari ke depan, kehidupan mereka akan semakin menderita.
Situasi yang tak kalah buruknya dialami warga Ghaza yang tinggal di pesisir pantai. Aliran listrik di kawasan itu putus dan mereka tidak bisa lagi mengisi tangki-tangki air mereka. Tak banyak yang bisa mereka lakukan tanpa listrik dan sistem sanitasi yang memadai.
Radio-radio menghimbau agar warga sebaiknya tinggal di rumah, dan menjauh dari jalan-jalan. Beberapa pendengar yang menghubungi stasiun radio tersebut mengungkapkan kemarahan mereka atas pertikaian politik yang menimbulkan aksi-aksi kekerasan.
Sementara itu dalam keterangan persnya hari ini, Jumat (15/6) PM Palestina Ismail Haniyah menegaskan kembali bahwa pemerintahan nasional bersatu hasil koalisi Hamas-Fatah akan tetap berjalan. Ia menolak pembubaran pemerintahan dan rencana pemilu dini serta penetapan situasi darurat yang dilontarkan Presiden Mahmud Abbas.
"Pemerintahan yang ada saat ini akan melanjutkan tugas-tugasnya. Kami akan melanjutkan pemerintahan nasional bersatu, " tegas Haniyah.
Dari AS, Presiden George W. Bush lewat menteri luar negerinya Condoleezza Rice menyatakan prihatin dengan makin mendalamnya krisis yang terjadi di Palestina. Rice memberikan dukungannya pada Abbas dan mengatakan bahwa Abbas sudah melaksanakan "otoritas hukum" nya.
"Kami mendukung penuh keputusan-keputusan dia (Abbas) untuk mengakhiri krisis rakyat Palestina dan memberikan kesempatan padanya untuk memulihkan perdamaian dan masa depan yang lebih baik, " ujar Rice. (ln/bbc/aljz)