Hari-hari bersejarah telah mereka lalui dalam hidup mereka, penuh dengan heroisme, tak mengenal menyerah, menghadapi kekuasaan yang lalim, dan menistakan, yang telah berlangsung satu generasi. Mubarak berkuasa dengan penuh kekejaman, kebiadaban, kenistaan, ketamakan, serta menghinakan bangsa dan rakyat Mesir. Mereka sekarang menikmati kehidupan baru, yang tak pernah mereka kenal sebelumnya.
Kegigihan, kesabaran, keberanian, yang disertai dengan tetesan darah dan air mata, akhirnya mereka berhasil mengakhiri semuanya yang menjadi pangkal lahirnya kezaliman dan ketidak adilan. Mereka berhasil mengakhiri kekuasaan diktator Hosni Mubarak. Mereka dengan penuh kesabaran yang tanpa batas. Kini, mereka menyatakan kegembiraan, yang layak.
Sungguh sangat luar biasa bagaimana mereka mampu bertahan di Tahrir Square, di udara terbuka, dan tak ada yang melindungi mereka. Kecuali keyakinan. Keyakinan yang menjadi pelindung mereka, bahwa mereka akan mendapatkan kehidupan baru. Kenyataannya mereka mampu bertahan di Tahrir Square, selama 18 hari, tanpa rasa takut, menghadapi segalanya. Kini mereka mendapatkan secercah harapan. Keputusasaan yang sudah berlangsung selama satu generasi, akhirnya pupus. Mereka merayakan sebuah kemenangan.
‘Revolusi Spinx’ itu dengan gagahnya berhasil menumbangkan kekuasaan yang paling angkuh di Timur Tengah. Kekuasaan yang menjadi tulang pugung ‘back bone’ Israel dan Amerika. Secercah harapan tumbuh, dari perjuangan generasi baru yang penuh dengan dedikasi bagi bangsanya. Betapa wanita Mesir, mereka tak hanya tinggal di rumah, dan menyertai saudaranya yang laki-laki untuk menghantarkan sebuah ‘Revolusi’, yang sangat memberikan kebanggaan dalam sejarah kehidupan rakyat Mesir.
Dunia Arab. Dunia Arab yang selama ini hanya dikuasai dan dipimpin oleh satu orang, yang tak pernah berganti selama satu generasi. Luar baisa mereka dapat bersabar. Banyak diantara mereka yang tak mengenal lagi Mesir yang baru sekarang ini. Karena diantara mereka sudah banyak yang mati dipenjara-penjara, karena kekejaman Mubarak. Betapapun mereka masih tetap bersyukur dengan tidak pernah melupakan Rabb mereka. Terus bersyukur dengan kemenangan yang telah mereka capai. Tak melupakan pencipta-Nya. Inilah yang akan menjadi sumber motivasi dalam kehidupan mereka di masa depan.
Mereka sekarang menjadi barometer seluruh Timur Tengah. Bangsa Mesir yang memiliki budaya dan warisan Islam, sejak zamannya Amr bin Ash, di masa Khalifah Umar Ibn Khattab, yang memimpin wilayah itu, kini akan menjalani hari-hari yang bersejarah dalam kehidupan mereka di masa depan. Mesir akan kembali menuntun bangsa Arab. Karena Mesir bangsa yang besar, dan memiliki kekuatan, yang tidak dimiliki oleh negara-negara Arab lainnya.
Lintasan sejarah yang panjang membuat bangsa itu, yang sekarang memasuki abad baru, generasi baru, dan kehidupan baru, yang tak mungkin pernah akan kembali ke zaman seperti yang terjadi sebelumnya. Mubarak ‘Fir’aun’ itu telah pergi selama-lamanya, tak akan pernah kembali ke Mesir. Mubarak hanya akan menjadi kisah ‘dzikra’ (pengingat), bahwa negeri pernah berkuasa seoran ‘Fir’aun’ yang harus pergi dengan tangan rakyatnya.
Sejarah dunia Arab di mulai dari Mesir, yang mewariskan Islam, yang lahir dari Mesir, melalui perguruan Al-Azhar, yang menyebar seluruh dunia. Perubahan di Mesir, yang sekarang ini berlangsung, sekaligus akan menjadi ‘epicentrum’ bagi perubahan di seluruh dunia Arab, dan akan kembalinya nilai-nilai Islam, yang tak pernah berlaku selama hampir delapan dekade. Mesir selalu dikuasai para otokrat, dari raja sampai presiden, dan tak pernah berganti dengan gaya kepemimpinan mereka yang sangat konservatif, dan menjadikan rakyat hanya sebagai budak. Kedepan sudah tidak mungkin lagi. ‘Revolusi’ anak-anak muda telah mengakhiri segalanya.
Sungguh bahagia. Abdullah al-Qadi (31), seorang pemuda Mesir, dan baru menikah dua hari, sebelum ‘Revolusi’ Mesir pecah. Al-Qadi meninggalkan isteri yang baru dinikahi dan pergi Tahrir Square, selama 18 hari. Tetapi, sudah hampir dua pekan, Mubarak tak kunjung pergi, ia sangat sedih meninggalkan isteri yang baru dinikahi. Tak dapat melupakan isterinya itu.
Ketika Mubarak pergi, dan ‘Revolusi’ menjejakkan kemenangannya, Al-Qadi membawa isterinya ke Tahrir Square, yaitu Sonia al Beali (28), merayakan pernikahannya kembali ditengah-tengah ribuan rakyat Mesir, yang merayakan kemenangan itu. Sungguh indah akhir dari segala cerita ‘Revolusi’ di Mesir ini. Kenanglah. (mi/tm)