Tidak seperti jutaan Muslim di seluruh dunia, Sudan menyambut bulan Ramadhan dengan rasa keprihatinan terkait atas kenaikan harga dan kesengsaraan ekonomi yang mencengkeram negara Arab tersebut.
“Ini adalah Ramadhan yang paling sulit yang kami hadapi karena semuanya sangat mahal,” kata Huda Abdullah, yang bekerja di sebuah universitas negeri mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis kemarin (19/7).
“Kami membeli daging jauh lebih sedikit tahun ini karena kami tidak mampu membelinya.”
Warga Sudan biasanya menggunakan persediaan daging, rempah-rempah dan permen untuk mempersiapkan iftar mewah untuk keluarga selama bulan puasa.
Namun kenaikan harga sayuran dan daging menjelang Ramadhan telah merusak sukacita warga Sudan selama bulan puasa.
“Saudara saya empat, saya dan ayah saya berbagi penghasilan tapi itu tidak cukup untuk membeli makanan yang cukup untuk keluarga kami,” kata Abdullah, sembari memeriksa harga jeruk di pasar makanan di ibukotaat Khartoum.
Sudan telah menghadapi krisis ekonomi yang sulit sejak pemisahan diri Sudan Selatan tahun lalu.
Hilangnya pendapatan minyak dari Sudan Selatan telah memperburuk kelangkaan dolar, memicu inflasi karena Sudan harus mengimpor sebagian besar kebutuhan pangannya.
Permintaan untuk makanan impor sangat dibutuhkan untuk Ramadhan, seperti daging atau gula yang digunakan untuk jus dan permen.
Bank sentral Sudan bulan ini mendevaluasi pound terhadap dolar dengan menetapkan kurs pada antara 4,3 dan 4,7 dari 2,7 untuk menjembatani kesenjangan dengan tingkat pasar gelap.
Namun kegagalan untuk memompa dolar ke nilai yang cukup ke dalam sistem perbankan membuat perusahaan impor kembali ke pasar gelap.
“Anda tidak menemukan dolar yang cukup untuk memenuhi permintaan. Ini semakin buruk,” kata seorang dealer pasar gelap.
Kenaikan harga telah merusak sukacita Ramadhan dari banyak warga Sudan.
“Sayuran begitu mahal, semuanya mahal,” kata Sabah, seorang warga kepada Reuters.
“Mengapa pejabat pemerintah tidak melakukan apa-apa? Apakah mereka tidak membeli sesuatu?”
Pejabat Sudan mengharapkan inflasi akan meningkat pada saat skala pemerintah kembali mensubsidi bensin untuk membantu menutup kesenjangan anggaran £ 6500000000 ($ 1,4 milyar) yang ditinggalkan oleh hilangnya pendapatan minyak.
“Produksi pangan Sudan terlalu kecil untuk cukup menghasilkan,” kata seorang pedagang yang memberikan namanya sebagai Sherji kepada Reuters.(fq/oi)