Ismail Haniyah, PM Palestina asal Hamas yang disingkirkan secara tidak sah, kembali menegaskan kesiapannya untuk dialog dengan Fatah. Haniyah bahkan tanpa tanggung-tanggung menyatakan Hamas siap berdialog dan duduk satu meja dengan Fatah, tanpa syarat apapun.
Ia menginginkan semua masalah dibicarakan dalam suasana dialog, tanpa ada intervensi pihak asing. “Hamas tidak akan menjadi penghalang kemungkinan dialog dan semua upaya yang bisa mendukung persatuan kembali dua kelompok di Palestina, ” ujarnya.
Ungkapan lugas ini disampaikan Haniyah di Ghaza kemarin (4/11) dengan niat mengembalikan stabilitas Palestina setelah lima bulan berselang terjadi pemisahan antara Ghaza yang dikuasai oleh Hamas dengan Tepi Barat yang dikuasai oleh Fatah. Haniyah mengatakan, “Kami (Hamas) menerima semua ide dari Presiden Yaman dan Sudan, juga berbagai elemen Mesir dan Saudi, dan berbagai usulan dari akar rumput Palestina maupun Arab, Liga Arab dan Islam, dan seluruh partai partai Arab. Kami bersikap akomodatif dengan menanggungjawabi semua usulan itu. ”
Haniyah menambahkan, bahwa Fatah lah pihak yang harus berupaya untuk menjalin dialog di antara rakyat Palestina.
Meski menyatakan dialog dengan Fatah tidak harus disertai dengan ragam persyaratan lebih dahulu, namun menurut Haniyah setidaknya ada 10 prinsip yang akan menjadi kerangka dialog dengan Fatah. Yakni, “Komitmen dengan kesepakatan Kairo, Dokumen Kesepakatan Nasional, Kesepakatan Makkah, Persatuan Ghaza dan Tepi Barat, menghormati sistem politik Palestina, membangun sayap keamanan secara profesional dan berdasarkan pembelaan negara, menghormati demokrasi, restrukturisasi PLO, keterlibatan dan tidak memisahkan diri, ” tandas Haniyah.
Haniyah juga berpendapat, pihak pertama yang bertanggung jawab atas isolasi Ghaza adalah Amerika. “Pemimpin Palestina tidak terlibat dalam pengepungan ini, dan kami rakyat Palestina yang memikul secara moral, politik dan kenegaraan akibat pengepungan ini. Kami tidak mengatakan ini secara lisan saja tapi dengan bukti-bukti. ” (na-str/iol)