Juru bicara Hamas Dr Ismail Ridwan menilai ancaman Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang akan melengserkan pemerintahan PM Ismail Haniyah, sebagai bentuk kudeta terhadap pilihan demokratis Palestina. Hal ini terkait dengan pernyataan PLO menyatakan akan membentuk pemerintahan “teknokrat nasional” yang melibatkan pata tokoh non partai.
Keputusan ini dikecam keras gerakan Hamas yang kini memimpin pemerintahan di Palestina. Dr. Ridwan mengingatkan bahwa keputusan Komisi Pelaksana PLO ini akan menggiring kepada peselisihan lebih besar dan mengacaukan situasi di Palestina.
“Sebaiknya Komisi Pelaksana PLO mengeluarkan keputusan yang mendukung dialog daripada memprovokasi penggunaan wewenang presiden hanya untuk melengserkan pemerintah,” tegasnya.
Petinggi Hamas ini kembali mengingatkan, Komisi Pelaksana PLO selama ini belum pernah melakukan pertemuan untuk membahas penderitaan bangsa Palestina ketika mereka menghadapi pembunuhan dan penculikan. Namun mereka hanya melakukan pertemuan demi melawan pilihan rakyat.
Ridwan menuduh PLO telah tunduk kepada syarat-syarat dan dikte-dikte Amerika dan Israel. “Kami berharap Komisi Pelaksana PLO yang tidak mewakili semua unsur bangsa Palestina ini, melakukan pertemuan untuk berpegang teguh kepada prinsip-prinsip nasional Palestina dan tidak tunduk kepada tekanan dan dikte-dikte Amerika dan tim Kuartet,” ungkap Ridwan.
Hamas menegaskan Komisi Pelaksana PLO bertanggung jawab atas ketegangan yang terjadi di ranah Palestina. “Terlebih saat ini bangsa Palestina sangat membutuhkan persatuan lebih besar dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.”
Hamas juga menyebut sebagian pihak di Fatah bertanggung jawab atas kegagalan perundingan pembentukan pemerintahan persatuan nasional Palestina. Pada Kamis (30/11), Presiden Palestina yang juga pemimpin Fatah, Mahmud Abbas mengklaim bahwa rencana pembentukan pemerintahan bersatu itu menemui jalan buntu. Sedangkan Hamas tetap menegaskan dialog untuk itu masih tetap terbuka dan belum menemui jalan buntu.
Jurubicara Hamas sebelumnya juga menegaskan gerakannya telah memberikan freksibelitas penuh bagi pembentukan pemerintahan persatuan nasional Palestina demi mengakhiri embargo dan memenuhi syarat-syarat yang diajukan Presiden Abbas. Pihaknya sangat menyayangkan adanya kemunduran atas apa yang telah disepakati. Hamas telah menerima berbagai persyatakan namun tanpa ada hasil kesepakatan.
Menurut jubir itu, ada “arus kudeta” dalam gerakan Fatah dan konspirasi untuk membatalkan hasil pemilu parlemen. Arus ini tidak menginginkan Hamas terlibat dalam pemerintahan atau memiliki peran aktif di dalamnya. Kelompok ini juga menolak melakukan pembicaraan membahas wakil PLO atau dubes atau kepala daerah (distrik). Hal inilah yang disebut Hamas sebagai kemunduran atas apa yang telah disepakati oleh semua faksi Palestina yang tertuang dalam Piagam Rekonsiliasi Nasional Palestina. (was/pic-aljzr)