Hamas menuding Fatah telah menerima bantuan dana dari Amerika Serikat dalam upaya negara Paman Sam itu menumbangkan pemerintahan Hamas yang terpilih secara demokratis oleh rakyat dalam pemilu di Palestina.
Departemen Luar Negeri AS telah mengalokasikan dana bantuan sebesar 42 juta dollar setelah Hamas memenangkan pemilu pada bulan Januari lalu. Deplu AS mengklaim dana tersebut disediakan untuk ‘melindungi dan mempromosikan sikap moderat dan demokrasi bagi Hamas.’
Dalam perkembangannya, AS bersama negara-negara donor Barat malah menghentikan bantuan bagi pemerintahan Palestina setelah Hamas berkuasa dan memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
Para pejabat AS menyatakan dari 42 juta dollar dana yang dialokasikan itu, belum sepeserpn yang digunakan.
Pemerintahan Hamas menuding AS telah ikut campur urusan dalam negeri Palestina dan menuding Fatah telah bertindak sebagai antek AS di Palestina.
Juru bicara Hamas, Salah Bardawil mengatakan, ‘pendanaan Amerika’ jelas ditujukan untuk mengembalikan Fatah-yang telah mendominasi peta perpolitikan di Palestina selama berpuluh-puluh tahun-kembali berkuasa.
"Amerika sedang berupaya untuk mengkonsolidasikan ide perang salibnya yang diluncurkan Bush dan mereka menginginkan kaki tangan-kaki tangan untuk perang ini," kata Bardawil.
Atas tudingan itu, juru bicara konsulat AS di Yerusalem, Micaela Schweitser-Bluhm berkelit dan mengatakan bahwa AS tidak secara langsung mengirimkan dana ke partai-partai politik di Palestina. Tapi AS menyediakan dana dan tenaga ahli bagi kelompok-kelompok non profit, termasuk mereka yang memiliki hubungan dengan partai-partai politik yang tidak termasuk dalam katagori kelompok teroris.
"Kami membangun kemampuan mereka agar mereka lebih bisa berpartisipasi dalam pemilu," kata Micaela. Ia membantah bahwa AS sedang berupaya menumbangkan pemerintahan Hamas.
Bantahan serupa disampaikan pihak Fatah. Mereka menyatakan, selama ini Fatah berusaha menjaga jarak dengan AS. "Fatah menolak setiap bantuan dari AS, yang dianggap telah menjadi mediator yang tidak adil," kata juru bicara Fatah, Muhammad Hourani. (ln/aljz)