Hamas, yang memimpin pemerintahan Palestina, menetapkanenam syarat bagi pembentukan pemerintahan koalisi nasional bersama faksi-faksi Palestina.
Sumber Hamas seperti dilaporkan harian al-quds al-arabi yang terbit di London, Sabtu (19/08) mengungkapkan keenam syarat tersebut;
Pertama, menetapkan bahwa yang memimpin dan bertugas membentuk pemerintahan baru ini adalah orang yang dicalonkan Hamas. Karena gerakan inilah yang menguasai kursi mayoritas di parlemen Palestina. Kedua, keterwakilan faksi-faksi dalam pemerintahan sesuai dengan prosentase keterwakilannya di dewan legislatif (parlemen) Palestina. Dalam arti, bahwa mayoritas dalam pemerintahan baru ini harus berasal dari gerakan Hamas karena merupakan faksi terbesar di parlemen.
Ketiga, Hamas menegaskan bahwa tokoh yang ditunjuk dalam pemerintahan baru ini (para menteri) bukanlah orang yang pernah didakwa melakukan KKN dan pelanggaran lainya. Keempat, menetapkan bahwa program-program pemerintahan baru haruslah bersandar kepada poin-poin yang tercantum di dalam Piagam Rekonsiliasi Nasional Palestina yang telah disepakati oleh faksi-faksi dan kekuatan Palestina pada 28 Juni 2006 lalu, setelah dilakukan serangkaian pertemuan di kota Ramallah dan Gaza, dan mendapatkan catatan dari gerakan Jihad Islam.
Syarat yang kelima, pembentukan pemerintahan persatuan koalisi nasional Palestina dilakukan setelah pembebasan para menteri dan anggota parlemen Palestina dari penjara Zionis Israel. Hingga kini, tidak kurang dari 60 anggota kabinet dan parlemen Palestina yang telah diculik dan dijebloskan ke dalam penjara Zionis Israel, termasuk Ketua Parlemen Palestina Dr. Aziz Duweik yang diculik pada Ahad (6/8) lalu dan Wakil PM Palestina Dr. Nasheruddin Shaer yang diculik pada Sabtu (19/8) kemarin.
Sedangkan syarat yang keenam menetapkan bahwa pembentukan pemerintahan baru merupakan awal pembebasan embargo politik dan ekonomi yang diberlakukan terhadap pemerintah Palestina sejak gerakan Hamas memenangi pemilu legislatif Palestina pada 25 Januari 2006 lalu.
Tim kuartet (PBB, Amerika, Rusia dan Uni Eropa) sendiri telah menetapkan 3 syarat agar masyarakat internasional mau bekerjasama dengan pemerintahan Palestina serta membebaskan embargo politik dan ekonomi. Salah satunya adalah pengakuan pemerintah Palestina terhadap eksistensi “Israel”. (war/quds-arabi)