Hamas Setuju Gencatan Senjata, Syaratnya Israel Harus Buka Semua Perbatasan

Demi kemaslahatan warga Ghaza, Hamas akhirnya menawarkan gencatan senjata selama enam bulan pada Israel, dengan syarat Israel harus membuka semua perbatasan Ghaza serta mengakhiri operasi militernya di ke wilayah Palestina.

Tawaran Hamas itu disampaikan dalam pertemuan dengan para mediator dari Mesir, Kamis (24/4). Dalam pertemuan yang digelar di Kairo, mantan Menlu Palestina Mahmud al-Zahar pada para wartawan mengatakan, "Hamas setuju gencatan senjata di Jalur Ghaza… selama enam bulan. Selama gencatan senjata itu, Mesir akan menegosiasikan gencatan senjata di Tepi Barat."

Menurut al-Zahar, faksi pejuang Palestina lainnya seperti Jihad Islam dan faksi-faksi pejuang yang berbasis di Damaskus sudah menyetujui tawaran itu dan untuk membicarakan rencana Hamas tersebut, pertemuan antara Hamas dan mediator dari Mesir akan dilanjutkan pekan depan.

Sementara itu, juru bicara Hamas, Ghazi Ahmad mengungkapkan, Hamas menawarkan gencatan senjata karena ingin memulihkan situasi di Jalur Ghaza terlebih dahulu, setelah itu gencatan senjata akan diperluas sampai ke Tepi Barat. Namun ia menegaskan, syarat utama dari gencatan senjata adalah, Israel harus membuka semua perbatasan di Ghaza, khususnya perbatasan Rafah agar lalu lintas orang dan barang bisa kembali lancar. Israel juga harus mencabut embargonya terhadap rakyat Palestina.

"Jika perbatasan tak dibuka, tidak akan ada gencatan senjata, " tukas Ahmad.

Situasi di Ghaza makin memprihatinkan setelah rejim Zionis Israel kembali memutus pasokan bahan bakar ke wilayah itu. Akibat ketiadaan bahan bakar, kendaraan-kendaraan lembaga bantuan PBB (UNRWA) yang biasa mengirimkan bantuan makanan bagi satu setengah juta lebih warga Ghaza, tidak bisa mengirimkan bantuannya.

Hari Kamis kemarin, pengiriman pasokan bahan bakar untuk kendaraan-kendaraan UNRWA dilaporkan dicegat oleh para petani strawberi yang marah, karena mereka tidak mendapatkan bahan bakar untuk keperluan alat pendingin dan pengairan kebun mereka.

"Kami sudah memperingatkan tentang masalah ini sejak awal April kemarin. Kejadian itu sangat tragis. Sekarang kami tak bisa bergerak, kami tidak punya bahan bakar untuk menjalankan truk-truk kami, " kata John Ging, kepala UNRWA di Jalur Ghaza.

"Kami punya makanan dan ratusan ribu orang sangat membutuhkannya. Tapi beginilah kondisi kami malam ini, " sambung Ging.

Utusan khusus PBB untuk proses perdamaian di Timur Tengah, Robert Serry juga mengungkapkan kritisnya situasi kemanusiaan di Ghaza akibat blokade Israel. Tindakan Israel menghukum rakyat Ghaza, kata Serry, tidak bisa dibenarkan.

Menurut PBB, 20 persen ambulan yang ada di Ghaza tidak bisa beroperasi karena ketiadaan bahan bakar dan 60 persen ambulan terancam akan kehabisan bahan bakar dalam waktu kurang dari seminggu. Begitu juga persediaan bahan bakar di rumah-rumah sakit dan tempat-tempat penyimpanan obat.

"Saya serukan Israel untuk memulihkan pasokan bahan bakar ke Ghaza dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan serta pengiriman barang-barang kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup rakyat Palestina, " tandas Serry. (ln/aljz)