Hamas menyebut Israel sebagai "pembohong besar" karena menyatakan tidak tahu menahu soal pembatalan kedatangan Tony Blair ke Jalur Ghaza. Hamas mengatakan, justru Israel-lah yang menjadi biang keladi batalnya kunjungan Blair ke Ghaza.
Mantan PM Inggris Tony Blair, yang ditunjuk sebagai perwakilan Tim Kwartet-tim perdamaian Palestina-Israel yang beranggotakan AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa-seharus melakukan kunjungan ke Jalur Ghaza pada Selasa kemarin. Kunjungan itu merupakan kunjungan pertamanya sejak ditunjuk sebagai utusan yang mewakili Tim Kwartet. Tapi beberapa jam sebelum kedatangannya di Ghaza, Blair tiba-tiba membatalkan kunjungannya itu dengan alasan adanya "ancaman keamanan yang spesifik"
"Sayang sekali, kami harus membatalkan kunjungan karena ancaman keamanan yang spesifik… kami harus kembali pulang, " kata Juru Bicara Blair, Ruti Winterstein.
Israel mengaku tidak tahu mengapa Blair membatalkan kunjungannya. Namun Juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhri menuding Israel berbohong karena ia mendapat informasi bahwa Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak-lah yang meminta Blair untuk membatalkan kunjungannya ke Ghaza karena masalah keamanan.
"Sumber-sumber yang bisa kami percaya memastikan bahwa Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak menelpon Blair yang saat itu sudah sampai di perbatasan Erez… dan mengatakan padanya bahwa ada ancaman keamanan dan memerintahkan Blair untuk membatalkan kunjungannya, " ungkap Abu Zuhri.
Seorang pejabat di badan intelejen dalam negeri Israel-Shin Beth-yang tidak mau disebut namanya mengklaim bahwa Shin Beth mengetahui adanya rencana serangan terhadap iring-iringan kendaraan Blair jika berkunjung ke Jalur Ghaza.
Abu Zuhri mengatakan, klaim pihak Blair bahwa ada ancaman keamanan bertentangan dengan pernyataan John Ging, kepala bantuan kemanusiaan PBB di Jalur Ghaza, yang juga ikut mengkordinir kunjungan Blair.
"Dia (Ging) mengatakan sudah ada langkah pengaman yang dilakukan selama kunjungan Blair ke Ghaza, " kata Abu Zuhri.
Hamas menyatakan bahwa mereka menunggu kedatangan Blair agar utusan tim kwartet itu melihat sendiri dampak blokade yang dilakukan Israel dan sebagian negara Barat yang dimotori AS, terhadap 1, 6 juta warga Palestina di Ghaza.
"Kami tidak berharap apapun dari Blair atau dari siapa pun yang berkunjung ke Jalur Ghaza. Tapi, kami menghargai setiap mereka yang datang dan berbicara pada kami, sehingga mereka bisa menceritakan bagaimana penderitaan warga Ghaza seperti yang mereka lihat di lapangan, " tukas Abu Zuhri.
Sejumlah warga Ghaza juga menyatakan bahwa mereka tidak terlalu berharap banyak dari kunjungan para tokoh-tokoh Barat yang ingin meninjau kondisi di Jalur Ghaza.
Adli al-Gayed, warga Ghaza yang berprofesi sebagai polisi mengatakan, "Banyak tokoh-tokoh internasional yang sudah mengunjungi Ghaza dan yang mereka lakukan hanya bersedih melihat kehidupan warga Ghaza tanpa melakukan tindakan apapun untuk mencabut blokade."
Warga Ghaza lainnya, Ahmad Arif mengungkapkan pernyataan serupa, apalagi ketika mendengar Blair membatalkan kunjungannya. "Ketika saya dengar Blair tidak jadi datang, buat saya, itu tidak mengubah apapun. Sebelum dia, banyak tokoh yang datang tapi tidak melakukan apa-apa. Kami cuma mendengar janji-janji dan pernyataan simpati agar bersabar dengan kondisi ini, " tandas Arif. (ln/iol)