Selama beberapa pekan, seluruh komponen pergerakan Palestina, utamanya Hamas dan Fatah berunding untuk mengambil keputusan terkait dokumen yang menyerukan agar negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza hidup berdampingan dan mengakui eksistensi Israel.
Dokumen itu merupakan gagasan tahanan Palestina yang mendekam di penjara Israel. Setelah diskusi alot, akhirnya Hamas menentukan sikapnya secara jelas terhadap ‘dokumen tahanan Palestina’ yang menjadi topik pembahasan dialog nasional.
Hari Selasa, 27 Juni 2006, dua organisasi terbesar di Palestina, Hamas dan Fatah akhirnya sepakat terhadap seluruh poin ‘dokumen tahanan Palestina’, kecuali poin pengakuan terhadap eksistensi Israel di Palestina.
Menurut Reuters, Hamas menegaskan bahwa kesepakatan yang disampaikan mereka memang tidak termasuk dalam bab pengakuan terhadap Zionis Israel. Jubir Hamas Sami Abu Zuhiri mengatakan, “Kesepakatan meliputi seluruh poin dalam ‘dokumen’, namun tidak termasuk pengakuan terhadap Zionis Israel. Kesepakatan ini jelas menuliskan kalimat tidak mengakui eksistensi Israel dan tetap memelihara hak paten bangsa Palestina.”
Penolakan ini, menurut Reuters, sama dengan Hamas tetap menolak melucuti senjatanya untuk melawan Israel. Terlebih di saat yang sama, Israel tengah mempersiapkan agresi militer besar-besaran terhadap kota Ghaza terkait satu orang serdadunya yang disandera oleh pejuang Palestina.
Sementara Kepala Fraksi Hamas di Parlemen Palestina Dr. Shalah Bardwail mengatakan, ‘dokumen’ yang disepakati itu setuju untuk mendirikan negara Palestina dengan perbatasan yang ditetapkan tahun 1967, tanpa mengakui Zionis Israel. Kesepakatan ini juga diharapkan, Hamas bisa lebih banyak mengakomodir berbagai pendapat komponen Palestina yang selama ini berselisih menyikapi ‘dokumen tahanan’ itu.
Setelah kesepakatan ini, PM Palestina Ismail Haniyah akan bertemu dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas, untuk menyampaikan laporan terhadap hasil-hasil dialog nasional secara lebih rinci.
Disisi lain, Jihad Islami tetap menolak kesepakatan ini. Kepada Reuters, Khalid Bathsy, pimpinan Jihad Islami mengatakan, “Organisasi kami tetap menolak sejumlah poin dalam ‘dokumen tahanan’, termasuk poin pendirian negara Palestina dengan perbatasan Ghaza dan Tepi barat yang dikuasai oleh Israel dalam perang 1967 saja.”
Sebelum ini, Hamas dan Jihad Islami menolak menandatangani kesepakatan terhadap hasil revisi ‘dokumen tahanan’ karena hasil revisi dianggap tidak sejalan dengan komitmen perjuangan pembebasan seluruh Palestina. Tapi kemudian Hamas berhasil merumuskan kalimat-kalimat yang bisa diterima semua pihak, dengan tetap menolak pengakuan eksistensi terhadap Israel. Dengan demikian, maka rencana referendum Palestina yang diwacanakan oleh Mahmud Abbas, kemungkinan besar urung digelar.
Sementara itu, sejumlah media massa melaporkan, kesepakatan Hamas terhadap manifesto nasional itu adalah pergeseran dari misi perjuangannya selama ini. Hamas diberitakan di sejumlah media, mengakui eksistensi Israel. Itu sebabnya, AS menyatakan akan menunggu apakah kesepakatan tentang pengakuan Hamas terhadap Israel itu serius atau tidak. AS mengatakan hingga kini, Hamas masih tetap berada dalam daftar organisasi teroris. (na-str/ikhol)