Pertikaian antara Hamas dan Fatah kembali memanas di Jalur Ghaza, membuat sejumlah pendukung Fatah di Ghaza meminta Israel untuk menbuka perbatasan agar mereka bisa mengungsi setelah terjadi bentrokan antara pendukung Hamas dan Fatah hari Sabtu kemarin.
Baku tembak antara Hamas dan Fatah Sabtu pagi kemarin menjadi puncak pertikaian keduanya, satu hal yang paling dikhawatirkan oleh warga Ghaza. Analis politik televisi Aljazeera Lamis Andoni menyebut bentrokan senjata antara Hamas dan Fatah yang kembali terulang di Jalur Ghaza merupakan "perkembangan yang sangat amat berbahaya" yang bisa memicu Fatah untuk melakukan konfrontasi secara total. Jika ini ini terjadi, wilayah Tepi Barat yang selama ini dikuasai Fatah akan terbengkalai dan akan mengalami kondisi yang sangat serius.
"Jika pertikaian ini tidak dicegah, prospek terjadinya perang sipil di ambang pintu, terutama jika pertikaian itu mendorong aksi saling balas antara klan Hilles-klan keluarga di Jalur Ghaza yang dianggap pendukung Fatah-dengan klan Hamas, " kata Andoni.
Selama sepekan ini kedua faksi terbesar di Palestina itu melakukan saling balas menangkapi anggota masing-masing. Aksi saling tangkap dipicu oleh insiden ledakan bom di pantai Ghaza yang menewaskan lima pejuang Hamas dan seorang anak perempuan. Hamas menuding kelompok Fatah melakukan serangan bom itu untuk untuk melemahkan kekuasaan Hamas di Ghaza. Tuduhan itu dibantah Fatah.
Bersamaan dengan insiden baku tembak antara pendukung Hamas dan Fatah di Ghaza, Hamas menyatakan bahwa salah seorang pimpinannnya di Tepi Barat bernama Muhammad Ghazal telah diculik Fatah. Hamas mengingatkan Presiden Palestina yang juga pimpinan Fatah Mahmud Abbas harus bertanggung jawab atas penculikan itu. Namun kerabat Ghazal mengatakan bahwa ia sudah dibebaskan oleh para penculiknya dari kelompok pejuang Brigade Martir al-Aqsa, sayap militer Fatah.
Sementara itu, Israel memulangkan sekitar 150 pendukung Fatah yang mengungsi ke wilayah negara ilegal Israel pada hari Sabtu kemarin untuk menghindari baku tembak yang terjadi di wilayah itu. Israel mengklaim pemulangan itu dilakukan atas permintaan Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Penasehat politik Abbas Nimr Hammad mengatakan, para pendukung Fatah yang menjadi target pencarian Hamas akan ditempatkan di Ghaza demi keselamatan mereka, sedangkan pendukung Fatah lainnya akan dipulangkan ke keluarga dan rumah-rumah mereka di Jalur Ghaza.
Hamas menangkap sekitar 30 orang dari klan Hilles, setelah mereka tiba kembali di Jalur Ghaza, Minggu (3/8).Sami Abu Zuhri, juru bicara Hamas membenarkan bahwa sejumlah pendukung Fatah yang dipulangkan ke Jalur Ghaza, ditangkap untuk dimintai keterangan.
Abu Zuhri menolak tindakan itu sebagai tindakan politik. "Mereka yang dituduh telah melanggara hukum akan diperiksa dan jika mereka terbukti bersalah, akan dibawa ke pengadilan. Yang tidak bersalah akan dibebaskan, " tukas Zuhri.
Pertikaian antara Hamas dan Fatah memang sangat disayangkan, mengingat perjuangan yang masih sangat panjang dalam menghadapi kebiadaban rezim Zionis dan cita-cita untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka.
Rezim Zionis diuntungkan dengan pertikain dua faksi itu, terlihat dari sikap Rezim Zionis yang seolah ingin menampakkan "kebaikan hatinya" dengan membuka perbatasan bagi para pendukung Fatah yang ingin mengungsi dari Jalur Ghaza. Siapa sebenarnya yang bermain untuk memicu "perang saudara" di Palestina? (ln/aljz/al-arby)