Palestina kemungkinan akan memiliki perdana menteri baru, menyusul kesepakatan antara pemerintahan Hamas dan Presiden Mahmud Abbas untuk membentuk pemerintahan nasional bersatu di Palestina.
Juru bicara pemerintah, Ghazi Hamad menyatakan, sudah ada kesepakatan di kalangan Hamas tentang siapa yang akan memimpin pemerintahan nasional bersatu itu. Namanya akan disampaikan pada Abbas dalam pertemuan antara Abbas dan PM Ismail Haniyah. Namun Hamad tidak menyebutkan apakah calon pemimpin pemerintahan bersatu itu berasal dari Hamas.
"Kami melakukan berbagai upaya yang mungkin untuk menyelesaikan persoalan ini dalam waktu dekat. Jika kami sepakat tentang persoalan perdana menteri antara presiden dan partai yang mengajukan nama perdana menteri itu, persoalan-persoalan lainnya akan mudah," ujar Hamad.
Sumber-sumber yang dekat dengan Hamas membenarkan bahwa Hamas mengajukan nama baru untuk jabatan perdana menteri.
Mereka mengatakan,"Hamas sudah memilih perdana menteri baru, yang akan diumumkan pada saat yang tepat setelah menyelesaikan semua persiapan untuk membentuk pemerintahan bersatu yang baru."
Sumber-sumber itu, seperti dikutip Islamonline juga mengungkapkan, bahwa Hamas sudah mempersiapkan pengunduran diri perdana menteri yang saat ini menjabat dan sudah menyetujui surat pelantikan perdana menteri baru.
"Pemerintahan baru nanti akan melibatkan tokoh-tokoh yang sudah dikenal efisiensi dan sikap keberpihakannya. Pembetukannya akan dilakukan lewat konsultasi dengan semua blok di parlemen," tambah sumber-sumber tadi.
Pada Senin (6/11) Abbas berkunjung ke Gaza, bertemu dengan Ismail Haniyah untuk membicarakan masalah pembentukan pemerintahan baru tersebut. Sejauh ini, pihak Fatah belum mengeluarkan pernyataan apapun tentang rencana itu. Namun penasehat senior Abbas, Yasser Abed Rabbo sempat melontarkan pernyataan tentang perdana menteri yang ‘independen’.
Kabar seputar kesepakatan pembentukan pemerintahan baru ini sebelumnya sudah dibenarkan oleh Mustafa Barghouthi, anggota legislatif independen yang melakukan mediasi antara Hamas dan Abbas.
"Ada persetujuan untuk membentuk pemerintah baru yang dipimpin oleh perdana baru pula," katanya pada kantor berita Reuters, Minggu (5/11).
Lebih lanjut sumber-sumber di Hamas menyatakan, pembentukan pemerintahan bersatu ini menjadi langkah awal untuk menghentikan embargo negara-negara Barat terhadap rakyat Palestina. Selain itu, juga sebagai upaya untuk membebaskan semua menteri, anggota legislatif dan pejabat pemerintahan lokal dari kalangan Hamas yang ditahan di penjara-penjara Israel serta termasuk melakukan restrukturisasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). (ln/iol)