Pemerintahan Barack Obama belum secara resmi berkuasa di Gedung Putih, namuan Menteri Pertahanan AS Robert Gates sudah bersiap-siap untuk mengambil kebijakan penting, menutup kamp penjara Guantanamo di Kuba.
Pejabat Pentagon urusan pers Geoff Morrell mengungkapkan, Gates ingin semua rencana untuk menutup kamp penjara kontroversial sudah siap, begitu Obama mengeluarkan perintah agar kamp tersebut ditutup. Menurut Morrell, Gates sudah menanyakan apa yang dibutuhkan secara khusus untuk menutup kamp tersebut dan untuk memindahkan para tahanan dari kamp penjara itu, tanpa harus membahayakan rakyat Amerika dari ancaman teroris.
Pemerintahan Obama mungkin akan dipuji dengan kebijakannya menutup kamp penjara Guantanamo yang telah mencoreng citra negara AS. Tapi, apakah persoalan Guantanamo akan selesai begitu saja? Bagaimana tanggung jawab pemerintah AS terhadap para tahanan yang sudah dilanggar hak asasinya dan mengalami penyiksaan serta pelecehan selama disekap di kamp tersebut?
AS membuka kamp penjara itu pada awal tahun 2002 untuk menahan orang-orang yang dicurigai sebagai teroris atau terlibat dengan jaringan terorisme menyusul kampanye "perang melawan teror" yang dilancarkan AS. Saat ini masih ada 250 tahanan di dalam kamp penjara tersebut, yang berasal dari Afghanistan, Pakistan dan sejumlah negara Muslim lainnya. Diantara para tahanan adalah Khalid Sheikh Mohammed, warga negara Pakistan yang dituduh sebagai dalang serangan 11 September 2001.
Dari ratusan tahanan di kamp penjara Guantanamo, hanya 22 orang yang dikenakan tuduhan secara resmi, satu orang dinyatakan bersalah, dua orang masih menjalani persidangan dan 19 kasus masih digantung nasibnya. Dunia internasional mengecam keberadaan kamp penjara ini setelah terbongkar kasus-kasus pelecehan dan penyiksaan keji terhadap para tahanan di kamp penjara tersebut. Satu persatu kebobrokan dan pelanggaran kemanusiaan berat pemerintahan AS terkuak dari kamp penjara ini, yang memicu desakan agar kamp penjara itu segera ditutup.
Setiap Menit Disiksa
Salah satu tahanan di kamp Guantanamo yang akhirnya dibebaskan adalah Mustafa Ait Idir, seorang insinyur teknik komputer asal Aljazair. Ia mendekam selama hampir tujuh tahun di kamp penjara itu tanpa pernah dimintai keterangan oleh para interogator. Yang Idir tahu, ia dituduh terlibat dalam kegiatan terorisme.
Idir ditangkap di Bosnia pada bulan Oktober 200. Oleh pengadilan Bosnia, ia dinyatakan bebas dari segala tuuduhan karena tidak ada bukti keterlibatannya dalam kegiatan terorisme. Namun tiga bulan kemudian, ia dibawa ke Guantanamo.
Tahun 2002, Presiden Bush mengatakan bahwa ada kelompok yang merencanakan serangan bom ke kedubes AS di Sarajevo, ibukota Bosnia. Namun Departemen Kehakiman AS menolak semua tuduhan itu dan mengatakan bahwa kelompok tersebut cuma merencanakan pergi ke Afghanistan untuk ikut melakukan perlawanan terhadap pasukan AS.
"Tapi mereka tidak menanyakan soal Afghanistan. Mereka cuma menanyakan tentang organisasi-organisasi Islam yang ada di Bosnia," kata Idir,38, bercerita tentang pengalamannya saat berada di kamp penjara Guantanamo.
Selama bertahun-tahun mendekam di kamp penjara itu, pihak AS melarang layanan kesehatan terhadap Idir meski Idir membutuhkannya ketika mengalami patah tulang di bagian jarinya. Idir juga mengatakan bahwa ia pernah ditempatkan di sebuah kontainer yang sangat dingin, dengan pakaian seadanya, selama berbulan-bulan.
"Setiap menit selalu ada penyiksaan. Tak peduli apakan kami teroris atau bukan," ungkap Idir.
Hal yang paling menyakitkan buat seorang Muslim yang taat seperti Idir, adalah ketika para tentara AS melempar al-Quran dan menyiksa para tahanan saat para tahanan itu sedang salat. "Saya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di tempat yang sangat buruk di dunia, padahal saya tidak melakukan tindakan apapun yang jahat," tukas Idir.
Idir cuma salah satu dari para mantan tahanan kamp Guantanamo yang dibebaskan, dan mengalami penyiksaan kejam di kamp penjara itu. Dosa-dosa pemerintahan AS atas para tahanan yang tak bersalah tak kan pernah terhapus hanya dengan menutup kamp penjara itu tapi membiarkan para pelaku dan pejabat AS yang terlibat dalam kekejaman di kamp penjara itu bebas dari jeratan hukum. (ln/iol)