Kota Ghaza kembali gelap gulita. Generator pembangkit listrik di rumah sakit anak di Ghaza juga hanya mampu bertahan beberapa jam lagi. Warga Ghaza kekurangan pasokan bahan bakar akibat penutupan semua perbatasan oleh rejim Zionis Israel.
Direktur jenderal sumber energi listrik di Ghaza, Derar Abu Sissi mengatakan, sedikitnya 800. 000 warga Ghaza kini hidup tanpa penerangan. "Bencana ini akan berdampak pada rumah-rumah sakit, klinik-klinik kesehatan, sumur-sumur berpompa, rumah-rumah tangga, pabrik dan hampir semua aspek kehidupan di Ghaza, " ujar Abu Sissi.
Dr Medhat Abbas, kepala unit manajemen krisis di kementerian kesehatan mengungkapkan, generator pembangkit-pembangkit listrik di rumah sakit anak al-Nasser hanya mampu bertahan beberapa jam lagi.
"Para pasien dan anak-anak ini sedang menunggu nasib dan akan meninggal, " ujar Abbas.
"Anak-anak baru saja terbebas dari udara dingin di rumah-rumah mereka yang tidak layak… Keluarga mereka membawanya kemari agar bisa dimasukkan ke dalam inkubator, tapi sekarang inkubator dan semua peralatan tidak bisa berfungsi karena ketiadaan listrik. Hukum kemanusiaan macam apa ini?" tandas Abbas.
Bukan hanya anak-anak yang jiwanya terancam karena ketiadaan listrik di rumah-rumah sakit di Ghaza, tapi juga pasien dewasa terutama mereka yang sedang menjalankan perawatan akibat penyakit kanker dan perawatan intensif. Selain itu, persediaan darah dan vaksin terancam rusak karena tempat-tempat penyimpanannya membutuhkan tenaga listrik.
Di sisi lain, menteri luar negeri Israel malah menuding Hamas telah menggunakan bahan-bahan bakar untuk keperluan pabrik-pabrik pembuatan roket. Juru bicara kementerian luar negeri Israel, Arya Mekel juga menuding Hamas sengaja mengeksploitasi krisis kemanusiaan di Ghaza, dengan menutup pembangkit-pembangkit listrik di wilayah itu.
Padahal faktanya, sejak Israel menutup semua perbatasan Ghaza, pasokan bahan bakar ke Ghaza berkurang. Israel memblokade Ghaza dengan alasan untuk menghentikan serangan roket para pejuang Palestina. (ln/aljz)