Ada perkembangan baru dalam peta gerakan Islam di Ghaza. Beberapa hari terakhir, muncul sejumlah serangan yang merusak warung-warung internet dan sejumlah toko yang disinyalir menjual minuman keras.
Bukan hanya itu, pekan sebelumnya bahkan sejumlah perempuan ditemukan tewas di sebuah lokasi, dan berkembang tuduhan mereka telah melakukan perilaku tidak senonoh hingga mereka menjadi sasaran pembunuhan.
Pelaku penyerangan dan pembunuhan ini semula gelap. Sampai akhirnya, muncul pernyataan dari sekelompok orang yang mengaku bertanggung jawab atas aksi-aksi meresahkan itu. Mereka menyatakan diri sebagai kelompok yang menganut aliran pemikiran Al-Qaidah dan menamakan diri Jamaah “Suyuf Al-Haq fi Ardh Ribath” (Pedang kebenaran di tanah perjuangan). Kelompok itulah yang menyatakan bertanggung jawab atas sejumlah serangan hingga pembunuhan siapa saja yang dianggap menjadi pelaku kerusakan di Ghaza. Mereka menyebut, apa yang dilakukan sebagai penerapan syariat Allah di muka bumi.
Abu Shuhaib Al-Maqdisi, yang diketahui sebagai pimpinan kelompok ini seperti tertera dalam pernyataan mereka hari Ahad (11/3) menyatakan, “Jamaah tidak akan menganggap enteng membalas semua perilaku yang melanggar batasan yang telah ditetapkan Allah swt. Jamaah mampu menegakkan hukum qishash dengan adil dengan membunuh para pelaku kerusakan. ”
Dalam pernyataan itu juga tertulis kalimat, “Kami akan terus memantau mereka. Kami memiliki data lengkap berikut pengakuan orang-orang yang menjadi saksi bagi kami, yang bisa dipercaya. Kami akan mengumumkan masalah ini pada waktu yang tepat dan dengan cara yang sesuai. Kedudukan, kursi kekuasaan, tidak akan menjadikan pemiliknya terhindar dari pantauan dan penyelidikan. ”
Mereka mengaku menolak keberadaan warung-warung internet yang terus beroperasi di atas jam 10 malam. Waktu itu menurut mereka adalah waktu akhir malam yang harus dihormati. Peta aksi yang dilakukan kelompok ini, menurut Maqdisi adalah “penerapan hukm Allah di muka bumi dan menghukum siapapun yang berhak mendapat hukuman. ”
Seperti disampaikan dalam keterangannya, kelompok ini mengaku telah memiliki data dan informasi lengkap soal penyelewengan, kerusakan moral dan semacamnya. Dan semua pelaku kejahatan itu, akan dijatuhi hukuman sesuai hukum Islam pada saatnya. Maqdisi meminta warga Ghaza untuk memantau berbagai gerak gerik pemuda pemudi dan anak-anak mereka. “Kita tidak boleh cukup puas bahwa mereka ada di kampus atau di sekolah. Tapi hendaknya orang-orang tua memantau mereka apakah mereka benar-benar sampai di sekolah dan di kampus. ”
Dr. Eyad Bargouthi, pakar Palestina khusus masalah gerakan Islam, mengatakan fenomena terakhir di Ghaza ini muncul dengan akar pemikiran takfir (mengkafirkan) yang ekstrim dan sebelumnya tidak dikenal di Ghaza. Namun ia mensinyalir kemunculannya karena dua hal. Pertama, soal tidak adanya keamanan dan ketidakadaan undang-undang yang mengatur masyarakat. Sementara rakyat Palestina umumnya menjalani hidup serba sulit.
Sebab kedua, tekanan terhadap gerakan Hamas yang kini telah mencapai pemerintahan melalui kursi pemilu. Sebagian orang memandang sepihak adanya spektrum yang berubah dari Hamas dari berjuang secara riil melawan penjajah, menjadi duduk di kursi pemerintahan yang kemudian mengalami tekanan dunia internasional. Dua kondisi inilah yang kemudian memunculkan pemikiran keras. Maka, menurut Barghouthi, fenomena itu merupakan wujud keputusasaan dari kondisi Palestina yang menjadikannya sebagai arena yang bisa menerima kemunculan pemikiran ekstrim yang sebelumnya tidak pernah ada di Palestina. (na-str/iol)