George Bush Tahu Bahwa Tahanan Guantanamo Tak Bersalah


George W. Bush, Dick Cheney dan Donald Rumsfeld menutupi bahwa ratusan orang yang dikirim ke kamp penjara Teluk Guantanamo sebenarnya tidak berdosa. Dan juga karena mereka khawatir melepaskan mereka akan semakin menambah dorongan dalam perang di Irak dan “teror” yang lebih luas lagi. Begitu menurut dokumen baru yang diperoleh oleh The Times.

Tuduhan ini dikemukan oleh Lawrence Wilkerson, seorang staf Colin Powell, dalam suatu pernyataan yang ditandatangani untuk mendukung gugatan yang diajukan oleh seorang tahanan Guantanamo. Ini juga pertama kalinya sebuah gugatan diajukan dibuat oleh seorang anggota senior pemerintahan Bush.

Kolonel Wilkerson, Kepala Staf Powell ketika ia menjalankan Departemen Luar Negeri, dikenal memang paling kritis terhadap Cheney dan Rumsfeld. Dia menyatakan bahwa mantan Wakil Presiden dan Menteri Pertahanan itu tahu bahwa mayoritas dari 742 tahanan awal yang dikirim ke Guantanamo pada tahun 2002 tidak bersalah, dan percaya bahwa secara "politik sangat tidak mungkin untuk membebaskan mereka".

Powell, yang lengser pada tahun 2005,mendukung deklarasi Kolonel-nya itu. Wilkerson mengklaim bahwa sebagian besar tahanan merupakan anak-anak berumur 12 dan laki-laki berusia 93. Mereka kebanyakan ditangkap oleh warga Afghanistan dan Pakistan sendiri ditukar dengan uang sebanyak $ 5.000. Dia juga mengklaim bahwa salah satu alasan Cheney dan Rumsfeld tidak ingin para tahanan yang tidak bersalah itu dibebaskan.

Mengacu kepada Cheney, Wilkerson, yang sudah mengabdi selama 31 tahun di Angkatan Darat AS, menegaskan: "Dia sama sekali tidak khawatir bahwa sebagian besar tahanan Guantanamo tidak bersalah."

Asumsinya bahwa jika Cheney dan Rumsfeld mengetahui, tidak mungkin jika Bush pun tidak tahu ini.

Juru bicara Bush mengatakan bahwa tuduhan Kolonel Wilkerson bahwa "Kami tidak akan mengomentari hal itu." Seorang mantan rekan Rumsfeld mengatakan bahwa pernyataan Wilkerson itu sama sekali tidak benar..

Saat ini ada sekitar 180 tahanan yang tersisa di Guantanmo. (sa/timesonline)