Genosida Ketiga Untuk Muslim Chechnya?


Sebuah serangan militer oleh Rusia di wilayah Kaukasus Utara disinyalir akan menjadi sebuah ajang pembantaian dan mengancam kehidupan para warga sipil. Operasi militer ini diperkirakan akan lebih besar daripada yang sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Dan warga sipil itu adalah kaum Muslim di Chechnya.

Konflik memang meningkat tajam dalam satu tahun terakhir di provinsi Dagestan dan Ingushetia di Chechnya, yang merupakan wilayah Muslim di negara itu.

Russia melakukan operasi ini mungkin sebagai balasan dari serangan bom bunuh diri yang menewaskan 40 orang di Moskow, bulan lalu, walaupun pelakunya belum tentu berasal dari daerah Dagestan atau Ingushetia.

Perdana Menteri Vladimir Putin mengatakan para pelaku pemboman di balik peristiwa itu harus diciduk setuntas-tuntasnya.

Minority Rights Group International (MRG) mengatakan dalam laporannya bahwa: "Keadaan ini hampir sama dengan yang pernah terjadi pada tahun 1999 sebelum dimulainya perang Chechnya yang kedua, yang menyebabkan kematian sedikitnya 25.000 warga sipil."

Laporan itu juga merupakan bagian dari indeks tahunan negara-negara, di mana warga sipilnya paling beresiko terkena genosida, pembunuhan massal atau kekerasan represi.

Dalam tiga wilayah Islam yang dikuasai oleh Rusia, setidaknya 862 orang tewas tahun lalu dalam bentrokan, pemboman dan pertempuran senjata, menurut kantor berita Kaukasia Knot.

Rusia telah menduduki peringkat ke-16, naik tujuh peringkat dalam indeks 2010 tentang 70 negara yang berisiko konflik kebijakan, pemerintahan dan ekonomi.

"Ada bahaya besar bahwa kita akan melihat sebuah eskalasi konflik Kaukasus Utara dan, kecuali jika angkatan bersenjata Rusia menggunakan sarana dan pendekatan yang sangat berbeda dengan yang dipakai dalam perang Chechnya kedua, kita akan melihat kematian massal warga sipil. Itu ketakutannya," kata Eksekutif Direktur MRG, Mark Lattimer kepada Reuters.

Kelompok hak asasi itu menuduh pasukan Rusia menggunakan kekuatan yang tak terkendali di Chechnya dalam perang yang kedua, yang diluncurkan oleh Kremlin pada tahun 1999 untuk merebut kendali dari pejuang yang berhasil mengusir pasukan Rusia dalam perang pertengahan 1990-an. (sa/wb)