Tudingan itu dilontarkan Juru bicara Gedung Putih, Tony Snow dua hari setelah pemimpin sekte Druze di Libanon, Walid Jamblatt mencoba mendapatkan dukungan AS bagi digelarnya pengadilan internasional dalam kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Libanon, Rafiq Hariri. Snow bahkan mengklaim AS punya cukup bukti atas tuduhannya itu.
Rafiq Hariri tewas dalam serangan bom yang terjadi tahun 2005 lalu. Jamblatt menginginkan kasus ini dibawa ke pengadilan internasional, sementara Presiden Libanon Emil Lahoud menolak wacana itu.
Jamblatt mengatakan, ia sudah membicarakan usulannya tentang pengadilan internasional dengan Menlu AS, Condoleezza Rice.
"Jika seseorang menentang pengadilan internasional, itu artinya dia menutup-nutupi tindak kejahatan," kata Jamblatt pada para wartawan setelah bertemu dengan Rice di kantor departemen luar negeri AS, Senin (30/10).
Jubir Gedung Putih Tony Snow menuding Damaskus berusaha menghindari upaya dibentuknya pengadilan internasional untuk mengadili mereka yang terlibat dalam kasus pembunuhan Hariri
"Usaha apapun untuk mengesampingkan pengadilan akan gagal. Komunitas internasional bagaimanapun juga bisa menggelar pengadilan itu apapun yang terjadi di dalam negeri Libanon," kata Snow, Rabu (1/11).
Ia menyatakan, AS punya komitmen untuk bekerjasama dengan partner-partner internasionalnya dan pemerintahan Libanon yang sah untuk memastikan bahwa pengadilan akan digelar secepatnya dan mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan Rafiq Hariri dan para patriot Libanon sejak tahun 2005 akan diseret ke meja hijau.
"Dukungan terhadap kedaulatan, demokrasi dan masa depan Libanon adalah elemen penting kebijakan AS di Timur Tengah," tambah Snow.
Ia selanjutnya mengatakan, "Oleh sebab itu, kekhawatiran kami makin bertambah oleh adanya bukti-bukti bahwa Suriah dan pemerintahan Iran, Hizbullah serta sekutu-sekutu mereka di Libanon sedang merencanakan untuk menggulingkan pemerintahan Libanon yang sudah terpilih secara demokratis dan dipimpin oleh Perdana Menteri Fuad Siniora."
"Setiap upaya untuk mengganggu stabilitas pemerintahan Libanon lewat taktik-taktik seperti itu, seperti mengkordinir aksi-aksi unjuk rasa dan kekerasan atau mengancam para pemimpin Libanon secara fisik, paling tidak sudah merupakan pelanggaran yang jelas terhadap kedaulatan Libanon," ujar Snow.
Kedutaan besar Suriah di Washington menilai tudingan AS itu sebagai hal yang "lucu" dan "tidak berdasar."
"Apa yang sedang terjadi di Libanon, murni masalah politik dalam negeri. Suriah secara penuh menghormati kedaulatan Libanon dan tidak ikut campur urusan dalam negeri mereka," demikian isi pernyataan kedutaan besar Suriah di AS.
Dalam pernyataan resminya itu Suriah juga meminta Washington untuk campur tangan dalam urusan politik di Libanon dan berhenti "menghasut rakyat Libanon agar terjadi pertikaian antara mereka dan dengan negara-negara lain." (ln/aljz)