Garis Nasib Kepresidenan Ahmadinejad di Tangan Khomeini

Pemilihan Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran untuk pertama kalinya, empat tahun yang lalu memberikan sinyal kuat bahwa di negeri itu, sebuah kekuasaan militer telah muncul ke permukaan—sebuah aliansi yang menenggelamkan kekuasaan dan monopoli Shah selama tiga dekade lamanya. Dan pemilihan kedua Ahmadinejad tahun 2009 ini mengindikasikan bahwa monopoli kekuasaan aliansi antara institusi keamanan dan agama berjalan dengan baik.

Sementara Iran melantik Ahmadinejad, politik Iran berkembang pada eskalasi-eskalasi baru: konflik antara kaum reformis dan konservatif masih terus berjalan dengan diam-diam, masing-masing bergerak menuju posisinya. Pertempuran kubu reformis yang mewakili Mousavi dan konservatif yang diwakili Ahmadinejad semakin keras, karena keduanya memiliki elemen yang sangat kuat—berlepas baik Ahmadinejad ataupun Mousavi sama-sama menganut Syi’ah.

Sebab yang terbesar adalah karena tampaknya imam besar Syi’ah—siapa lagi Ayatullah Khomeini—tampaknya mulai membagi cintanya antara kaum reformis dan konservatif. Di negeri seperti Iran, jangan pernah mengabaikan kekuatan seperti yang ditunjukan kaum reformis yang melakukan konfrontasi terhadap presidensial Ahmadinejad. Ada apa dengan Khomeini? Itulah pertanyaan yang layak diajukan untuk saat ini.

Mengapa, kelompok reformis yang sama-sama Syi’ah dengan konservatif, berani bersuara lantang, sementara mereka berada dalam genggaman tangan yang sama? Inilah jawaban besar kemunculan kaum reformis, karena itu artinya Khomeini menganggukkan sebelah kepalanya pula untuk golongan ini. Satu-satunya yang mungkin lebih menguatkan posisi Ahmadinejad saat ini adalah karena ia datang dari dan kepada imam besar-nya. Dia telah menjadi presiden berkat asset kesetiaannya.

Untuk saat ini, Ahmadinejad, karena perananannya yang sangat kuat sebagai presiden, ditambah dengan pengalamannya, mungkin masih berada dalam posisi yang aman. Khomeini tentu telah melihat Ahmadinejad selama periode pertama kepemimpinannya, dan untuk periode kedua ini, sulit mengatakan jika Ahmadinejad akan mendapatkan dukungan tulus dan atau cuma-cuma lagi seperti sebelumnya.

Mengapa? Perkembangan yang terjadi sekarang ini, hubungannya mungkin ada yang agak tergores dengan sang imam besar. Ahmadinejad bersikukuh untuk menjadikan menantu lelakinya sebagai wakil presiden. Imam Besar agak tak setuju, sedangkan kaum konservatifpun tak sepenuhnya memberikan restu. Kalangan reformis? Sejak dari awal, golongan ini mempertanyakan kebijakan Ahmadinejad yang mengangkat pejabat pemerintahannya dari kalangan kerabat dan terdekatnya.

Akankah Ahmadinejad sanggup mengatasi hal ini? Ia tengah menghadapi konflik dua arah, kaum reformis dan kini kaum konservatif. Ia baru saja dilantik menjadi presiden Iran untuk keduanya, dengan sang imam besar berada di sampingnya namun dengan kemungkinan kehadiran yang agak dan sedikit basa-basi.

Garis nasib Ahmadinejad sebagai presiden mungkin sudah bisa dikira-kira; berada dalam tekanan reformis dan tepi singgung konservatif. Sedikit saja kedipan dari sang imam besar sebagai sebuah tanda, sudah lebih dari cukup untuk menggesernya dari kursi presiden. (sa/daralhayat)