Menanggapi ancaman Hizbullah dan kelompok oposisi, PM Libanon Fuad Siniora bergeming. Ia menegaskan akan tetap bertahan sebagai perdana menteri untuk mencegah pecahnya perang saudara.
Siniora menuding partai-partai politik telah membuat Libanon sebagai ajang pertempuran bagi konflik regional. "Logika ini adalah logika bunuh diri," ujar Siniora dalam wawancara dengan stasiun televisi Al-Arabiyya, Selasa (28/11).
"Saya masih punya harapan dan terus berupaya agar tidak ada aksi massa turun ke jalan. Kami terus menerus bekerja untuk mencegah terjadinya pertikaian. Keberadaan saya di kantor adalah untuk mencegah perselisihan dan perang sipil," lanjut Siniora.
Selain Siniora, Saad Hariri-anggota parlemen yang juga putera mantan perdana menteri Libanon yang terbunuh Rafiq Hariri- juga meminta agar kelompok-kelompok yang ingin menggelar aksi massa untuk kembali berdialog guna mencari solusi atas persoalan yang terjadi.
"Saya mendesak semua pihak untuk kembali berdialog, karena kita tidak bisa menjadi bagian poros dan menjadi bagian konflik regional. Dan kita harus bertindak sebagai orang Libanon untuk kepentingan Libanon," ujar Saad Hariri dalam pernyataannya yang disiarkan di televisi Selasa kemarin.
Siniora juga sudah meminta menteri-menteri yang mengundurkan diri-dua dari Hizbullah, tiga dari gerakan Amal, satu dari kelompok pro Presiden Emil Lahoud-untuk kembali bekerja.
"Pemerintah akan melanjutkan tugasnya tapi agak terganggu dengan ketidakhadiran rekan-rekan kami yang mengundurkan diri. Saya tidak akan menunjuk siapapun untuk menggantikan mereka, karena saya masih berharap mereka akan kembali ke kementerian," ujar Siniora.
Kelompok oposisi termasuk Hizbullah yang tergabung dalam kelompok 8 Maret menginginkan kursi di kabinet sebanyak sepertiga plus satu yang akan memberi kekuatan bagi mereka untuk melakukan veto.
Kelompok Siniora yang tergabung dalam kelompok 14 Maret setuju dengan formasi pemerintahan baru yang akan melibatkan lebih banyak lagi perwakilan dari Hizbullah, namun mereka menolak tuntutan yang membuat kelompok 8 Maret memiliki hak veto. Kelompok 14 Maret menuding kelompok 8 Maret sedang berusaha menghalang-halangi digelarnya mahkamah internasional terhadap kasus pembunuhan Rafiq Hariri.
"Kami semua mendukung formasi pemerintahan nasional bersatu di mana semua orang punya hak bersuara… tapi jika mereka ingin memanfaatkan itu untuk menjegal keputusan-keputusan, kami menentangnya," kata Saad Hariri dalam wawancara dengan tv Kanada.
Pada tanggal 21 November kemarin, Dewan Keamanan PBB menyetujui rencana digelarnya pengadilan internasional bagi para tersangka pembunuhan Rafiq Hariri. Namun beda pendapat di Libanon antar yang setuju dan tidak setuju dengan digelarnya mahkamah internasional.
Kebuntuan terjadi setelah Fuad Siniora menyatakan menentang kelompok oposisi dan Presiden Emil Lahoud yang tidak setuju digelarnya pengadilan internasional. Ia langsung meratifikasi digelarnya peradilan itu dalam rapat darurat dan cetak birunya akan diserahkan ke parlemen untuk mendapat persetujuan.
Sementara itu, bentrokan-bentrokan kecil mulai terjadi di Libanon. Pada Senin (27/11), terjadi bentrok fisik antara pendukung Samir Gaga- pemimpin kelompok Kristen Libanon anti Suriah (LF) dengan para pendukung Aoun-mantan presiden yang menjadi pemimpin oposisi bagi kelompok Marunite.
Kedua kelompok itu saling lempar batu, sebelum pasukan militer Libanon dan aparat kemanan dikerahkan ke lokasi bentrokan.
Bentrokan lainnya terjadi di Universitas Jesuit di Beirut antara aktivis kelompok Aoun dan pendukung partai-partai Kristen, termasuk pendukung LF dan pendukung Partai Kataeb Social Democratic yang dikenal sebagai kelompok Phalangis. (ln/dailystar/iol)